Mengaku Kaget Ada Transaksi Janggal Rp349 Triliun, Eks Komisioner KPK Bandingkan Sidak Tahun 2008
Hukum | 30 Maret 2023, 06:30 WIB“Jadi, kita sidak saja sifatnya, kalau menurut informasi yang dikaji oleh tim kami itu bahwa suap itu ada di situ itu. Setiap bulannya diperkirakan Rp47 miliar itu yang hanya amplop-amlop saja. Itu hanya di Tanjung Priok, tidak skala nasional ya,” tegasnya.
“Itu juga sudah saya sampaikan pada Bu Sri Mulyani sebulan sebelum kami melakukan penggeledahan.”
Kala itu, kata Jasin, yang terlibat hampir seluruh jajaran di Bea Cukai Tanjung Priok, dan hanya tujuh orang yang tidak terlibat.
Artinya, lanjut dia, jika diakumulasi dari beberapa tempat, maka angka Rp349 triliun mengagetkan tapi tidak mengherankan.
“Artinya, kalau secara akumulasi, terus kemudian itu di beberapa tempat yang merupakan front liner untuk menghasilkan uang itu sudah melakukan seperti itu, kita kaget tapi tidak mengherankan.”
Pada waktu sidak tersebut, menurut Jasin, KPK menggeledah meja para pegawai, dan hasilnya mereka menemukan amplop dari sejumlah perusahaan.
“Penghuni mejanya disuruh meninggalkan tempat duduknya, untuk sementara kita geledah, ada amplop-amlop dari perusahaan atau tidak, ternyata iya. Itu dari importir melalui ekspedisi,” lanjutnya.
“Itu sudah banyak dilupakan oleh orang-orang, padahal itu kan momentum yang sangat luar biasa untuk peringatan pembenahan di Kementerian Keuangan.”
Saat ini, 15 tahun setelah peristiwa itu terjadi, Jasin menilai belum ada pembenahan. Ia menganalogikan dengan memadamkan kebakaran yang sesaat kemudian terbakar kembali.
Baca Juga: Bantah Dirinya Tidak Berwewenang Umumkan Transaksi Janggal di Kemenkeu, Ini Kata Mahfud MD!
“Itu seperti, katakanlah memadamkan kebakaran, sesaat kumat lagi. Sekarang kumatnya lebih dahsyat lagi kalau sampai ratusan triliun itu, dan mengalir ke mana-mana.”
“Concern kita ini menunggu Bu Menteri ini melakukan pembenahan, ternyata juga tidak, malah lebih canggih lagi,” ucapnya.
Tindak lanjut dari sidak yang dilakukan tersebut, menurut Jasin berujung di pengadilan, karena ada yang menyuap dan ada yang disuap.
“Kemudian ada uangnya, kemudian yang disuap juga ada di situ sebagai koordinatornya, di lantai satu. Kan koordinator ada lantai empat dan lantai satu. Itulah yang diproses hukum.”
“Karena dia tidak termasuk penyelenggara negara, kita berkoordinasi dengan aparat hukum lainnya, yakni kepolisian,” tegasnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV