> >

Pakar Hukum: Mengubah Frasa Putusan sepanjang Dapat Persetujuan Hakim Lainnya Bukan Hal Wajar

Hukum | 24 Maret 2023, 05:30 WIB
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (23/3/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

Sebab, menurut Bivitri, Hakim Guntur telah melanggar prinsip integritas yang menjadi dasar bagi hakim MK. 

"Saya kira dari derajat kesalahannya, karena ini mengubah isi putusan yang dampaknya sangat krusial dan ada konflik kepentingan dari Guntur Hamzah sebagai yang menyuruh, harusnya sanksinya pemberhentian, bukan teguran tertulis," ujar Bivitri.

Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK memutus Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah sebagai hakim terduga terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, dalam hal ini bagian dari penerapan Prinsip Integritas.

Putusan dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang Panel Gedung 1 MK, Senin (20/3/2023).

Baca Juga: Guntur Hamzah Ucap Sumpah Jadi Hakim MK di Depan Jokowi, Ini Profilenya

Perubahan tersebut diakui dan dilakukan oleh Guntur Hamzah sebagai hakim terduga dengan alasan sebagai usul atau saran perubahan terhadap bagian pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022.

"Bahwa secara hukum, Hakim Terduga berhak melakukan perbuatan dan sudah merupakan kelaziman yang berjalan bertahun-tahun di Mahkamah Konstitusi, sepanjang mendapatkan persetujuan dari hakim lainnya yang ikut memutus, setidak-tidaknya hakim drafter, terlepas dari soal belum adanya prosedur operasi standar mengenai hal dimaksud," ujar Ketua sekaligus Anggota Majelis Kehormatan MK I Dewa Gede Palguna saat membacakan putusan.

Atas pelanggaran tersebut, M. Guntur Hamzah dikenakan sanksi teguran tertulis sebagai hakim terduga. 

 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU