Pakar Hukum Nilai Teguran Tertulis Terlalu Ringan untuk Guntur Hamzah, Pelanggar Prinsip Integritas
Hukum | 23 Maret 2023, 22:11 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sanksi teguran tertulis yang diberikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) kepada Hakim Konstitusi Guntur Hamzah yang terbukti mengubah substansi putusan, dinilai terlampau ringan.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri menjelaskan, perbuatan yang dilakukan Guntur Hamzah sudah melanggar prinsip integritas.
Menurutnya, dengan dilanggarnya prinsip integritas, Guntur Hamzah tidak lagi masuk kategori negarawan dan tidak layak menduduki jabatan hakim konstitusi.
"Kalau sudah melanggar integritas, artinya dia sudah kehilangan pijakan sebagai hakim konstitusi. Hakim konstitusi dipilih karena dia seorang negarawan," ujar Bivitri di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Kamis (23/3/2023).
Baca Juga: Hakim Guntur Hamzah Ubah Putusan MK, MKMK: Langgar Etik, Guntur Disanksi Teguran Tertulis
Bivitri juga menilai putusan Majelis Kehormatan MK soal tidak ada masalah dalam mengubah putusan tidak tepat.
Menurutnya, mengubah frasa dalam putusan yang belum dibacakan memang hal yang biasa. Hal ini dilakukan saat rapat permusyawaratan hakim.
Namun setelah putusan sudah dibacakan, maka tidak ada lagi perubahan frasa. Hal ini sepatutnya tidak bisa dilakukan.
"Seharusnya tidak membuat kesimpulan bahwa wajar-wajar saja mengubah kata. Mengubah kata setelah putusan dibacakan jelas salah, ini tidak boleh dilakukan dan harusnya saksinya berat," ujar Bivitri.
Baca Juga: Istana soal Kontroversi Pelantikan Guntur Hamzah Jadi Hakim MK: Jokowi Tak Bisa Ubah Keputusan DPR
Lebih lanjut Bivitri menjelaskan, penilaian Majelis Kehormatan MK terkait tidak ada masalah dalam mengubah putusan karena dikecohkan oleh pemberi keterangan, dalam hal ini panitera bernama Muhidin yang memegang berkas putusan.
Dalam keterangannya, Muhidin tidak tahu bahwa ada dua unit komputer. Dalam salah satu komputer, berkas putusan diganti, dan berkas putusan di komputer lainnya dibacakan oleh Hakim Saldi Isra.
Menurut Bivitri, sangat janggal jika Muhidin tidak mengetahui kerja dari komputer di ruang sidang, sebab dirinya bukan orang baru di MK.
Selain itu, dalam rekaman CCTV, konsultasi yang dilakukan Guntur hanya kepada Hakim Arief Hidayat. Tidak ke seluruh hakim konstitusi.
Baca Juga: Jokowi Minta Semua Taat Aturan Konstitusi dan UU soal Aswanto Dicopot dari Hakim MK
Hal ini berbeda dengan penilaian Majelis Kehormatan MK bahwa putusan bisa diubah jika dikonsultasikan kepada semua hakim konsitusi.
"Jadi kelihatannya ada kesenjangan fakta yang tidak ditemukan oleh Majelis Kehormatan MK. Dan konsultasi ke semua hakim itu tidak terjadi. Jadi ada hal-hal yang seharusnya tidak mengambil kesimpulan wajar-wajar saja mengubah frasa," ujar Bivitri.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK memutus Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah sebagai hakim terduga terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, dalam hal ini bagian dari penerapan Prinsip Integritas.
Atas pelanggaran tersebut, M. Guntur Hamzah dikenakan sanksi teguran tertulis sebagai Hakim Terduga.
Putusan tersebut tertuang dalam Putusan Majelis Kehormatan MK Nomor 1/MKMK/T/02/2023 yang dibacakan secara langsung oleh Ketua sekaligus Anggota Majelis Kehormatan MK I Dewa Gede Palguna (tokoh masyarakat) dengan didampingi oleh Anggota Majelis Kehormatan MK lainnya, yakni Enny Nurbaningsih (Hakim Konstitusi aktif) dan Sudjito (akademisi).
Putusan dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang Panel Gedung 1 MK, Senin (20/3/2023).
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV