Kisah Fatimah Pemenang Lomba Nyanyi di Jepang Ditagih Rp4,8 Juta oleh Bea Cukai untuk Tebus Piala
Peristiwa | 21 Maret 2023, 11:38 WIBSetelah diperlihatkan bukti tersebut, Fatimah mengaku malah disuruh menyanyi di kantor Bea Cukai tersebut sebagai pembuktian.
Baca Juga: Bea Cukai Gelar Razia di Pelabuhan Tanjunguban, Cegah Penyelundupan Pakaian Impor Bekas
“Karena pengen cepet ya udah akhirnya okelah saya nyanyi, tapi satu bait saja. Tapi waktu itu distop dulu, petugasnya manggil semua staf yang ada di ruangan untuk lihat saya menyanyi,” ucap Fatimah.
“Sudah kesal kita mau ambil hasil kerja keras sendiri, kok malah jadi bahan tontonan gitu. Tapi ya udah deh akhirnya aku nyanyi satu bait.”
Setelah Fatimah menyanyi untuk membuktikan bahwa ia juara pertama, ternyata urusan tidak langsung beres. Menurutnya, petugas Bea Cukai masih menawar harga memaksa Icha untuk tetap bayar. Tapi, lagi-lagi hal tersebut ditolak mentah-mentah oleh Icha.
“Stafnya ini beberapa kali tawar-menawar, ‘kalau begini gimana, kalau gini gimana biayanya’. Saya tetap keukeuh bilang enggak mau bayar,” kata dia.
Baca Juga: Diperiksa KPK, Kepala Bea Cukai Makassar Adhi Pramono Ngaku Rumah Mewah di Cibubur Milik Orang Tua
Tanggapan Ditjen Bea Cukai
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan ada ketentuan yang mengatur masuknya barang ke Indonesia dari luar negeri.
Kata dia, hal tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean.
"Bahwa barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang Bea Masuk, tak terkecuali barang hibah atau yang diberikan secara gratis," katanya kepada Kompas.com, Senin (20/3/2023).
Barang tersebut dibawa dengan mekanisme barang bawaan penumpang (personal-use) dan nilai barangnya tidak melebihi 500 dolar AS (Rp 7,7 juta), sesuai ketentuan PMK Nomor 203/PMK.04/2017 maka akan diberikan pembebasan Bea Masuk.
Tetapi, nominal barang yang melebihi 500 dolar AS maka terhadap nilai kelebihannya akan dikenakan Bea Masuk dan pajak impor.
"Dengan ketentuan tarif bea masuk flat sebesar 10 persen, PPN 11 persen, dan PPh 7,5 persen atau 10 persen sesuai jenis barang (dengan NPWP), 15 persen atau 20 persen sesuai jenis barang (jika tidak ada NPWP)," kata Nirwala.
Menurut dia barang yang dikirim melalui pos atau jasa pengiriman sesuai PMK 199/PMK.04/2019 dapat diberikan pembebasan bea masuk. Syaratnya adalah nilai barang maksimal 3 dolar AS (Rp 46.000). Namun, barang akan dikenakan bea masuk jika nilainya melebihi 3 dolar AS.
"Dikenakan Bea Masuk dengan tarif 7,5 persen dan PPN 11 persen untuk barang yang bukan merupakan produk tekstil, tas dan sepatu," ujarnya.
Sementara untuk barang yang berupa produk tekstil, tas dan sepatu maka dikenakan komponen berupa Bea Masuk dengan tarif sesuai komoditi barang, PPN 11persen dan PPh Pasal 22.
Barang yang masuk ke dalam daerah pabean diperlakukan sebagai barang impor dan terutang bea masuk. Juga berlaku untuk barang hibah atau yang diberikan secara gratis.
Namun, Bea Cukai dapat memberikan pembebasan sesuai ketentuan PMK 70/PMK.04/2012 pasal 25 ayat 1 antara lain pada huruf b untuk kondisi tertentu bagi barang impor. "Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan bencana alam," bunyi pasal tersebut.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV