> >

Respons Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu, Refly Harun Singgung Kongkalikong dan Intervensi

Rumah pemilu | 6 Maret 2023, 20:24 WIB
Ilustrasi. Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, menilai ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi putusan PN Jakpus yang memerintahkan penundaan tahapan Pemilu 2024.(Sumber: Kontan.co.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (2/3/2023) lalu yang mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), menuai kontroversi. Pasalnya, salah satu putusannya adalah memerintahkan penundaan tahapan Pemilu 2024.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD mencurigai ada permainan di balik putusan PN Jakpus.

Baca Juga: KY: Kami akan Kawal Proses Banding KPU Soal Putusan PN Jakpus yang Minta Tunda Pemilu

Benarkah demikian?

Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, menilai ada dua kemungkinan yang melatarbelakangi putusan tersebut, yakni dari segi kemampuan hakim dan adanya intervensi.

“Tentu kita tidak bisa memastikan, tetapi saya sudah katakan bahwa ada dua kemungkinan, yaitu hakim ini bodoh sekali atau ada intervensi. Intervensi ini bahasa lain dari permainan atau kongkalikong,” kata Refly dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (6/3/2023).

Refly berpendapat, keluarnya putusan tersebut bukan soal kemampuan hakim dalam menangani perkara. Pasalnya, kata dia, hakim yang menangani perkara dalam putusan tersebut merupakan hakim senior.

Dia menyebut pernyataan Mahfud soal dugaan adanya permainan dalam putusan PN Jakpus itu mendekati kebenaran.

“Jadi apa yang dikatakan Pak Mahfud saya kira mendekati kebenaran. Hanya persoalannya, siapa pihak yang melakukan intervensi atau kongkalikong.”

Baca Juga: Soal Putusan PN Jakpus yang Minta Penundaan Pemilu 2024, Ganjar: Aneh Itu

Refly menjelaskan, intervensi terjadi ketika ada kekuasaan yang bisa memerintahkan, menyuruh, atau mengendalikan hakim untuk memutus penundaan pemilu.

Sementara kongkalikong terjadi ketika ada dua pihak yang setara yang melakukan negosiasi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, Refly menyebutnya sebagai praktik mafia peradilan.

“Kalau ini pihak yang setara, maka kongkalikong. Ini seperti praktik mafia peradilan, ada memberi, ada menerima, ini ada negosiasi. Tapi kalau itu intervensi, maka ada kekuasaan yang bisa memerintahkan dan menyuruh,” jelas Refly.

”Kalau dalam pikiran Pak Mahfud kan jelas ini seperti ada mafia yang tadi bernegosiasi. Tapi tidak menutup kemungkinan ada intervensi.”

Diberitakan sebelumnya, PN Jakpus memutuskan untuk mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU pada Kamis (2/3/2023).

Baca Juga: Sekjen PDIP: Arahan Megawati Jangan Toleransi Pihak yang Ingin Menunda Pemilu 2024

Gugatan itu muncul karena Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU terkait hasil verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam rekapitulasi hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

KPU menyatakan Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak dapat mengikuti verifikasi faktual.

Hal itu membuat Partai Prima melayangkan gugatan ke PN Jakarta Pusat.

Pada Kamis (2/3/2023), majelis hakim memutuskan mengabulkan semua gugatan Partai Prima dan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU