Indonesia Masuk 10 Daftar Negara dengan Tinggi Badan Terpendek Di Dunia
Gaya hidup | 18 Februari 2023, 06:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Indonesia masuk dalam 10 negara dengan tinggi badan rata-rata usia dewasa terpendek di dunia. Berdasarkan hasil survei oleh Organisasi independen World Population Review (WPR), tinggi badan di Indonesia berkisar 166 cm.
WPR juga menyatakan, Indonesia masuk urutan ke-182 dari 199 negara yang disurvei di dunia.
Indonesia berada di kelompok sepuluh negara dengan tinggi badan terpendek bersama Bolivia dengan rata-rata tinggi badan 168 cm, Philipina 165 cm, Vietnam 168 cm, Kamboja 165 cm, Nepal 164 cm.
Kemudian ada Ekuador 167 cm, Sri Lanka 168 cm, Nigeria 170 cm, dan Peru 166 cm.
Seperti dilansir dari Antara, dalam survei tersebut juga menyebut sepuluh negara dengan tinggi badan orang dewasa di atas rata-rata, seperti Belanda dan Montenegro berkisar 183 cm, Denmark 181 cm, Norwegia, Jerman, Kroasia, dan Serbia 180 cm.
Baca Juga: Penyebab Tinggi Badan Orang Indonesia Tak Bisa Meningkat Pesat seperti Orang Korea Selatan
Terkait stunting?
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P), Megawati Soekrnoputri, dalam acara Kick Off Pancasila dalam Tindakan di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (16/2) lalu, mengaitkan tinggi badan masyarakat Indonesia di bawah rata-rata dengan kejadian stunting.
"Sebenarnya negara ini banyak yang tinggi fisiknya juga di bawah rata-rata. Indonesia menurut saya sekarang seharusnya itu saja tidak tercapai. 160 cm saja belum tercapai," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi mengatakan belum ada survei nasional terkait tinggi badan orang dewasa di Indonesia.
"Kami tidak ada survei ini (tinggi badan dewasa)," sambung Nadia.
Ia mengatakan, stunting di Indonesia memang berkaitan dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umurnya.
Adapun Pakar Ilmu Kesehatan Anak Prof Aman Bhakti Pulungan mendefinisikan stunting sebagai kejadian tubuh anak pendek yang disebabkan malnutrisi atau penyakit kronik.
"Tapi tidak semua stunting itu pendek kalau tidak disebabkan malnutrisi atau penyakit kronik," katanya.
Menurutnya, definisi stunting perlu diperkuat dengan kurva berstandar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada rentang usia di bawah 5 tahun.
"Stunting untuk anak di bawah 5 tahun dan memakai kurva WHO," katanya.
Baca Juga: Sampai Umur Berapa Bisa Memaksimalkan Tinggi Badan?
Upaya perbaikan tinggi badan
Asupan protein hewani sangat penting untuk mengoptimalkan tinggi badan seseorang. Asupan protein hewani harus dipastikan tercukupi mulai dari 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak bayi dikandung hingga usia dua tahun.
Hal itu dikemukakan oleh Staf Pengajar Departemen Ilmu Gizi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Yohannessa Wulandari, yang dilansir dari Kompas.id, Jumat (20/1).
Menurutnya, kecukupan asupan protein hewani tersebut juga perlu diperhatikan selama masa pertumbuhan.
“Seseorang masih bisa mengalami pertumbuhan yang optimal hingga usia remaja sebelum pubertas terjadi,” ujarnya.
Untuk itu, protein hewani berupa ikan, ayam, daging, dan telur harus tersedia pada setiap porsi makan anak.
Dengan demikian, pemerintah juga diharapkan bisa memudahkan masyarakat untuk mengakses protein hewani dengan harga yang terjangkau. Program khusus pun bisa dilakukan untuk memastikan ibu hamil dan anak bisa mendapatkan asupan protein hewani yang cukup.
Sementara itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kencana Sari turut mengemukakan, sistem ketahanan pangan di Indonesia yang kurang baik juga berpengaruh pada kecukupan gizi masyarakat.
“Padahal untuk tumbuh diperlukan konsumsi protein hewani yang memadai. Tetapi kenyataannya konsumsi protein pada anak di Indonesia sangat rendah dan tidak mencapai angka kecukupan yang dianjurkan,” bebernya.
Namun, untuk diketahui tinggi badan seseorang yang tidak optimal bisa disebabkan juga oleh persoalan lain seperti gangguan hormon ataupun penyakit.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV