Pemeriksaan menggunakan metode IVA dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat kemungkinan ada tanda-tanda kanker pada leher rahim atau serviks.
Selain itu, Pap Smear atau pemeriksaan pap bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker serviks sejak dini. Tes Pap Smear bisa dilakukan tiga tahun sekali hingga usia 65 tahun.
Kementerian Kesehatan tahun ini menguji penerapan metode deteksi kanker serviks melalui pemeriksaan HPV DNA, yakni prosedur untuk mendeteksi infeksi human papilloma virus atau HPV.
"Metode terbaru ini bisa menggunakan PCR yang kami miliki. Bulan ini kami uji coba di DKI Jakarta," kata Maxi.
Deteksi lambat bisa berakibat fatal
Sementara itu, ahli bedah onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais Rian Fabian Sofyan turut menegaskan, lambatnya pendeteksian terjadi saat rentang waktu sebelum masuk rumah sakit.
Jika dalam 12 bulan tanpa penanganan, status kanker payudara dapat berubah menjadi ganas. Kanker akan mulai menyebar pada bagian lain tubuh pasien hingga tak jarang membuat peluang hidup mereka semakin turun.
Penyebab lambatnya penanganan pasien kanker dipengaruhi sejumlah faktor. Menurut Rian, pasien, dokter, dan sistem bisa menjadi faktornya.
Pasien biasanya takut untuk memeriksakan kondisi kesehatan, bisa karena ketidakmampuan ekonomi, kurang pemahaman terkait kanker payudara, dan pengaruh lingkungan sosial.
Dokter umum juga bisa jadi kurang mendapatkan pendidikan tentang kanker sehingga rekomendasi penanganan lamban.
Sementara, sistem alur rujukan terbilang panjang, mulai dari fasilitas kesehatan (faskes) primer, lalu ke faskes tingkat dua, selanjutnya baru bisa menuju faskes tingkat tiga.
Alur rujukan yang panjang ini memperlambat pola penanganan pasien.
Penulis : Fransisca Natalia
Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV