Kejagung Ungkap Alasan Tuntutan Hukuman Putri Candrawathi Sama dengan Ricky Rizal dan Kuat Maruf
Update | 23 Januari 2023, 14:19 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia mengungkapkan alasan tuntutan hukuman terhadap terdakwa Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf sama.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menjelaskan alasan tiga terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J itu dituntut delapan tahun penjara.
"Karena mereka tiga orang ini adalah rumpun klaster yang kedua, jadi orang-orang yang tidak secara langsung menyebabkan kematian orang. Tidak menghilangkan nyawa orang lain," ujar Ketut melalui video yang diunggah di Instagram Kejaksaan RI, Minggu (22/1/2023).
Ia menerangkan, jaksa penuntut umum (JPU) membagi terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J menjadi tiga klaster.
Klaster pertama ialah orang-orang atau terdakwa yang secara langsung menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, yakni Ferdy Sambo dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
"Di mana klaster itu adalah ada Ferdy Sambo sebagai intellectual dader dan Eliezer sebagai dader atau sebagai eksekutor daripada tindak pidana pembunuhan berencana ini," ujar Ketut.
Baca Juga: Ketua IPW Sebut Ada Pihak yang Tak Ingin Ferdy Sambo Dihukum Mati, Ini Alasannya
Klaster kedua terdiri dari Putri, Kuat, dan Ricky yang mengetahui adanya suatu tindak pidana pembunuhan berencana, tetapi tidak secara langsung menyebabkan kematian menghilangkan nyawa orang lain, yaitu korban.
"Rumpun yang kedua ini mereka tidak berbuat untuk melakukan suatu tindak pidana secara langsung, tapi dia mengetahui suatu tindak pidana dan mengetahui suatu proses perencanaan tapi tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan, tidak menghalangi, atau memberikan saran agar tindak pidana itu tidak terjadi," jelasnya.
Klaster ketiga ialah orang-orang yang melakukan tindak pidana perintangan penyidikan atau obstruction of justice, yakni Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
"Klaster yang ketiga adalah pascaterjadinya pembunuhan, yaitu orang-orang yang melakukan tindakan obstruction of justice di luar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 yang kami dakwakan," terang Ketut.
Baca Juga: Ketua IPW Sebut Ada Pihak yang Tak Ingin Ferdy Sambo Dihukum Mati, Ini Alasannya
Ia pun menegaskan bahwa tuntutan hukuman bagi masing-masing terdakwa tidak bisa disamakan.
"Kalau orang-orang yang secara tidak langsung, Putri Candrawathi misalnya, nggak bisa kita samakan dengan perbuatannya Ferdy Sambo, nggak bisa kita samakan dengan perbuatannya Eliezer," ungkap Ketut.
JPU, kata Ketut, juga mempertimbangkan peran masing-masing pelaku maupun mens rea atau niat jahat mereka.
"Nah inilah yang dinilai oleh penuntut umum, kemudian penuntut umum menyampaikan kepada pimpinan, pimpinan tentunya menyetujui apa yang disampaikan oleh teman-teman penuntut umum," terang dia.
"Jadi tidak ada sama sekali hal-hal di luar dari kekuasaan, bahwa ini ada masuk angin, di sini ada tekanan dari pimpinan, (itu semua -red) nggak ada, murni dari penuntut umum, karena jaksa itu adalah satu," tegas dia.
Baca Juga: Soal Gerakan Bawah Tanah Ringankan Vonis Sambo, KY: Statement Mahfud MD Bisa Dipertanggungjawabkan
Sebagaimana telah diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuntut Majelis Hakim menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup bagi Ferdy Sambo.
Selain itu, JPU menuntut hakim memberikan hukuman penjara 12 tahun bagi Bharada E. Lalu, terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal Wibowo dituntut delapan tahun penjara.
Para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J didakwa melanggar Pasal 340 KUHP juncto (jo) Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Sedangkan terdakwa perintangan penyidikan didakwa dengan Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV/Kejaksaan RI