> >

DPR dan YLBHI Tagih Tindak Lanjut Jokowi soal Pengakuan dan Penyesalan Pelanggaran HAM

Hukum | 21 Januari 2023, 06:30 WIB
Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Mugiyanto dan Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur di program Dua Arah KOMPAS TV, Jumat (20/1/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - DPR menagih janji Presiden Joko Widodo terkait penuntasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Sedangkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan pelanggaran HAM mana yang diakui dan disesali oleh pemerintah.

Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menjelaskan, jika sudah ada pengakuan dari pemerintah, maka langkah selanjutnya adalah kewajiban negara kepada korban atau keluarga korban dan keadilan bagi korban.

"Pengakuan ini menjadi penting, kalau tidak pernah diakui, maka tidak ada langkah berikutnya. Jadi ini membuka pintu masuk ke langkah berikutnya," ujar Taufik di program Dua Arah "Pelanggaran HAM Cukup Diakui dan Disesali" di Kompas TV, Jumat (20/1/2023).

Di kesempatan yang sama, Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur menilai pengakuan pemerintah perlu diperdalam lagi.

Baca Juga: Jokowi Ungkap Ada 12 Pelanggaran Ham di Indonesia Sejak Orde Baru Hingga Reformasi!

Seperti kasus pelanggaran HAM tahun 1965, perkara apa yang diakui dan disesali oleh Presiden Jokowi. 

Seharusnya, pengakuan pemerintah dibarengi dengan mengungkap kasus pelanggaran HAM. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara pengakuan Presiden dengan perkara pelanggaran HAM yang diketahui masyarakat. 

"Jangan sampai publik dan Presiden jadi salah paham, dan kita menerka-nerka pelanggaran HAM apa yang diakui oleh pemerintah," ujar Isnur. 

Isnur menambahkan, jika pemerintah mengakui adanya pelanggaran HAM masa lalu, maka perlu ada tindakan nyata. 

Baca Juga: Korban Tragedi Kanjuruhan Datangi Komnas HAM, Adukan Penyelidikan Kanjuruhan Tak Kunjung Tuntas!

Namun anehnya, imbuhnya, pemerintah mengakui ada pelanggaran HAM akan tetapi terduga pelaku pelanggaran HAM masih ada di lingkaran Presiden. Ada yang menjadi menteri, bahkan dewan pertimbangan presiden (watimpres), sebutnya.

"Jadi pertanyaan besar apakah pengakuan ini serius apa tidak," ujar Isnur.

Sementara itu, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Mugiyanto menegaskan sikap pemerintah tidak sebatas mengakui dan menyesalkan. 

Presiden Jokowi dalam sambutannya terkait dokumen Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM), menekankan pemerintah akan memulihkan hak korban serta melakukan upaya mencegah keberulangan.

Baca Juga: Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Diragukan, Mahfud MD: Tak Apa-Apa, Itu Biasa

Mugiyanto juga menjelaskan, basis dari pengakuan dan penyesalan Presiden adalah hasil dari PPHAM. Landasan kerja PPHAM yakni hasil penyelidikan Komnas HAM.

"Jadi kasus-kasus yang sudah diselidiki Komnas HAM, karena hanya Komnas HAM yang punya wewenang untuk menentukan sebuah peristiwa adalah pelanggaran HAM berat atau tidak. Jadi itu basisnya," ujar Mugiyanto.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan pengakuan dan penyesalan atas terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu. 

Hal ini merupakan rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM). 

Baca Juga: Presiden Jokowi Akui 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat: 1965, Mei 1998, hingga Papua

Sebagai bentuk penyesalan atas kejadian itu, Presiden beserta jajarannya akan melakukan dua hal. 

Pertama, memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana. Tanpa menavigasikan penyelesaian secara yudisial. 

Kedua, atas nama pemerintah, Presiden Jokowi juga berupaya keras untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM berat yang terjadi di setiap wilayah di dalam negeri dalam beberapa waktu ke depan. 

Dalam menjalankan dua hal tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan Menkopolhukam Mahfud MD untuk melakukan hal tersebut. Sehingga, upaya yang dilakukan pemerintah dapat berdampak lebih konkret.

 

Berikut daftar pelanggaran HAM rekomendasi PPHAM:

  1. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan Peristiwa 1965-1966. 

  2. Peristiwa penembakan misterius (Petrus) pada 1982-1985. 

  3. Peristiwa Talang Sari di Lampung pada 1989. 

  4. Peristiwa Rumah Geudong dan Postatis di Aceh pada 1989. 

  5. Peristiwa penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. 

  6. Peristiwa yang dikenal dengan Kerusuhan Mei pada 1998. 

  7. Peristiwa yang dikenal dengan Trisakti dan Semanggi 1 dan 2 pada 1998-1999. 

  8. Peristiwa pembunuhan dukun santet pada 1998-1999. 

  9. Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999. 

  10. Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002. 

  11. Peristiwa Wamena di Papua pada 2003. 

  12. Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003.

 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU