> >

Mantan Napi Terorisme Ali Fauzi Meraih Gelar Doktor dengan Predikat Cum Laude

Sosok | 19 Januari 2023, 16:04 WIB
Ali Fauzi, mantan napi terorisme, saat menjalani sidang doktoral jurusan pendidikan Islam di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (17/1/2023). Ali berhasil menyelesaikan studi doktornya di UMM. (Sumber: Muhammadiyah)

MALANG, KOMPAS.TV - Ali Fauzi, mantan napi terorisme (napiter) yang pernah dihukum karena terlibat dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI), berhasil menyelesaikan studi doktornya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Selasa (17/1/2023).

"Alhamdulillah dapat predikat cum laude," kata mantan perakit bom ini kepada KOMPAS TV, Kamis (19/1/2023).

Perjuangan untuk menyelesaikan studi doktor itu terbilang berdarah-darah. Katanya, dia menyelesaikannya dalam tempo 3,6 tahun di tengah deraan penyakit vertigo yang dideritanya.

Baca Juga: Ali Fauzi Ajak Mantan Pelaku Aksi Teror jadi Petani Kurma

Namun perjuangannya itu kini terbayar lunas lewat disertasi berjudul Edukasi Moderasi Beragama Bagi Para Mantan Napiter.

Lebih lanjut, pria yang disapa Ali itu mengatakan memang berfokus pada subjek eks napiter. Mulai dari proses perekrutan, radikalisasi, hingga aksi berupa penembakan dan pengeboman.

Ia menilai pemahaman teks Islam yang tidak sesuai dengan konteks Indonesia, telah menenggelamkan mereka ke dalam gerakan radikal fundamental yang berujung pada terorisme. 

“Namun kini para napiter telah menyadari kesalahan mereka yang telah melakukan tindakan merugikan pihak lain dan mengakhirinya,” katanya.

Menurut Ali, moderasi beragama membuat mereka membuka pikiran dan sadar. Terutama akan hak-hak orang lain yang berbeda pemahaman maupun agama di Indonesia.

Pemaknaan Islam secara moderat dan humanis menenangkan batin bagi kehidupan mantan napiter.

Sementara UMM yang menjadi tempat Ali menyelesaikan studi S3-nya, dinilai terbuka untuk siapa pun.

Prof. Akhsanul In’am, Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana UMM, mengapresiasi disertasi yang disusun oleh Ali Fauzi.

Hal itu tak lepas dari pembahasan terkait moderasi beragama. Baginya, kajian tersebut sangat penting untuk dibahas serta dibagikan ke masyarakat.

“Dalam beragama, sebisa mungkin kita menjadi orang baik dengan tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” terang In'am, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah. 

In’am menyampaikan, UMM selalu memberi kesempatan kepada siapa pun untuk belajar dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik, tak terkecuali mantan teroris seperti Ali Fauzi.

Sebab, menurutnya, UMM dapat memberi wawasan yang luas dan pengetahuan sesungguhnya dalam beragama. 

“Seperti kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Pak Haedar Nashir, bahwa kita harus mengambil jalan tengah. Tidak terlalu ke kiri dan tidak terlalu ke kanan,” tuturnya.

Baca Juga: Pengadilan Libya Jatuhkan Hukuman Mati bagi 17 Orang Teroris Anggota ISIS

Ali adalah adik kandung dari Amrozi dan Ali Ghufron, pelaku Bom Bali pada 2002 silam.

Setelah peristiwa Bom Bali II pada 2005, Ali ditangkap pihak keamanan Filipina. Ia kemudian dideportasi ke Indonesia dan menjalani hukuman selama tiga tahun.

Usai menjalani masa hukuman, Ali dipertemukan dengan para korban aksi terorisme. Mereka rata-rata mengalami cacat fisik dan tekanan mental. Dari sanalah, Ali kemudian menyadari kesalahannya. 

Setelah bebas dari penjara usai dideportasi dari Filipina, dia mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) bersama dengan para mantan napiter lain di Indonesia, di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan, Jawa Timur, tempatnya dibesarkan.

Setelah meraih gelar doktor, Ali kini banyak mendapat tawaran mengajar.

"Sebenarnya sejak 2012 saya sudah jadi dosen di Lamongan. Tapi sejak kemarin setelah ujian doktor dan dapat predikat cum laude banyak banget penawaran menjadi dosen," ujarnya.

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU