Peristiwa Malari, Berakhirnya Karier Jenderal Soemitro, dan Rivalitas di Lingkaran Soeharto
Berkas kompas | 17 Januari 2023, 07:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Peristiwa yang terjadi pada 15 Januari 1974 itu, lebih dikenal dengan nama 'Malari". Sebuah aksi demonstrasi oleh sekelompok mahasiswa di Jakarta, saat kekuasaan Orde Baru baru beranjak naik.
Peristiwa ini dipicu oleh kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka untuk bertemu Soeharto. Para mahasiswa yang dipimpin oleh Hariman Siregar menentang kedatangan Tanaka dengan alasan kebijakan Orde Baru terlalu berpihak kepada modal asing.
Aksi semula hanya long march dari kampus UI di Salemba, Jakarta Pusat, menuju kampus Trisakti di Grogol, Jakarta Barat. Sesampainya di kampus Trisakti, para mahasiswa menggelar Apel Tritura 1974 yang berisi tiga tuntutan untuk pemerintah, yakni menurunkan harga bahan pokok, membubarkan asisten presiden, dan mengganyang koruptor-koruptor.
Setelah apel bubar, para pengunjuk rasa membakar patung PM Kakuei Tanaka sebagai simbol penolakan terhadap modal asing. Massa kemudian bergerak menuju Istana Kepresidenan.
Pada saat itu, Istana Kepresidenan menjadi tempat pertemuan antara Soeharto dengan Tanaka, yang sudah tiba di Indonesia sejak 14 Januari 1974. Kerusuhan Malari pecah pada momen ini.
Baca Juga: Sejarawan Ungkap Peran Cak Nur Tenangkan Militer Orde Baru yang Curiga Pada Islam
Aparat menembakkan peluru ke para demonstran. Aksi yang semula berjalan damai itu berubah menjadi kerusuhan dan penjarahan toko-toko.
Aksi ini menelan 11 korban nyawa, 137 luka-luka dan 750 orang ditangkap termasuk Hariman Siregar.
Komandan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) Jenderal Soemitro harus turun ke jalan untuk mengendalikan situasi. Lelaki kelahiran Probolinggo, Jawa Timur, 13 Januari 1927, datang menemui para mahasiswa.
Dilansir dari Harian Kompas yang terbit pada 16 Januari 1974, pasukan Kostrad yang didampingi oleh beberapa mahasiswa lain yang menyandang bendera Merah Putih bersama Jenderal Soemitro turun ke jalan.
Langkah ini merupakan upaya Jenderal Soemitro selaku Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban untuk melakukan mediasi dengan perwakilan mahasiswa. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Adam Malik juga turun untuk menenangkan massa.
Bertepat di gedung Oil Building, dialog pemerintah dengan mahasiswa dilakukan. Dalam kerusuhan yang berlangsung selama dua hari itu, ratusan mobil dan sepeda motor rusak, serta lebih dari 100 gedung atau bangunan hangus dibakar, serta 160 kg emas raib.
Pertokoan dan perkantoran di Pasar Senen dan Harmoni juga dibakar dan dijarah oleh massa. Presiden Soeharto marah besar. Apalagi ketika itu terjadi tepat ketika PM Jepang mengunjungi Indonesia.
Dampak dari peristiwa ini, Soemitro mundur sebagai Pangkopkamtib. Dia ditawari jadi duta besar di Amerika Serikat namun ditolaknya.
Banyak kabar beredar, peristiwa Malari tidak lepas dari campur tangan intelijen dan perseteruan di lingkaran Soeharto. Ada nama Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani sebagai Asisten Pribadi Soeharto. Mereka saling berebut pengaruh di lingkaran kekuasaan.
Dalam buku "Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari 1974" (1998), Soemitro mengaku ada rivalitas di lingkaran Soeharto lewat "Dokumen Ramadi".
Namun, Soemitro mengaku tak pernah mendengar nama Ramadi, sebagai sosok yang menokohkannya untuk diperhadapkan dengan Soeharto.
"Menyesal saya tidak sempat mendapatkan dokumen tersebut namun isi dokumen katanya menokohkan saya, Soemitro, untuk diperhadapkan dengan Pak Harto sebagai rivaal," ujar Soemitro dalam buku tersebut.
Baca Juga: Ratu Elizabeth II Kunjungi Indonesia di Tahun 1974, Kedatangannya Disambut oleh Presiden Soeharto
Semenjak mundur dari militer, dia lebih banyak berperan sebagai pengusaha. Namun, Soemitro kemudian dikenal sebagai sosok yang selalu bicara blak-blakan saat bicara keburukan Orde Baru. Dia tak segan mengkritik sejumlah petinggi di masa itu.
Soemitro meninggal pada 10 Mei 1998, hanya beberapa hari menjelang kejatuhan Orde Baru.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV