Khawatir Isu Penundaan Pemilu Belum Selesai, Pengamat: Jika Dipaksakan akan Terlalu Berisiko
Rumah pemilu | 5 Januari 2023, 05:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengkhawatirkan isu penundaan pemilihan umum (pemilu), yang menurutnya belum selesai.
Dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (4/1/2023), Burhanuddin mengatakan, secara pribadi dirinya tidak khawatir pada hari H Pemilu 2024, tetapi kekhawatirannya justru menjelang pemilu.
Setidaknya, kata dia, ada dua gejala yang dikhawatirkannya. Pertama adalah upaya penundaan pemilu.
“Pertama adalah upaya untuk menunda pemilu, terutama oleh sebagian elite, karena mereka yang menolak penundaan pemilu itu terlalu besar, yakni 81 persen,” tuturnya.
Artinya, kata dia, misalnya ada sebagian elite yang memaksakan penundaan pemilu, itu akan bertentangan, akan berbeda kepentingan dengan 81 persen publik.
Baca Juga: Sosialisasi Peraturan KPU dan JDIH Pemilu
“Ada Ketua MPR, ada Ketua DPD, itu secara terbuka membuka opsi itu, dan sebelumnya ada preseden beberapa menteri Presiden Jokowi,” ucapnya.
“Ada beberapa ketua umum partai pendukung pemerintah yang secara terbuka mengatakan penundaan pemilu. Jadi, agenda penundan pemilu ini belum selesai dikerjakan.”
Jika para elite yang menginginkan penundan pemilu itu memaksakan kehendaknya, mereka akan bertentangan dengan 81 persen masyarakat.
“Artinya dari 10 orang Indonesia, delapan menolak, itu terlalu berisiko.”
“Artinya, kalau misalnya dipaksakan, dan kemudian bertentangan dengan konstituen, saya khawatir akan menimbulkan instabilitas politik yang kemudian berujung pada instabilitas ekonomi,” lanjutnya.
Kekhawatiran selanjutnya adalah tentang adanya bakal calon presiden yang saat ini memiliki dukungan kuat, tetapi nantinya tidak dapat mencalonkan.
Baca Juga: Gus Yahya soal Pemilu Serentak 2024: Tak Ada Pertarungan Absolut, Rileks, Enggak Perlu Baper
“Kedua, saya khawatir ada calon presiden yang punya dukungan kuat tetapi kemudian ada sebab khusus yang membuat dia tidak masuk dalam gelanggang, dan kemudian muncul seolah-olah calon presiden tadi dizalimi.”
“Meskipun mungkin tidak, tapi kan dalam politik seringkali perspektif lebih penting daripada fakta itu sendiri,” lanjutnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV