> >

Dituntut Denda Rp10,9 Triliun, Bos PT Wilmar Nabati Tuding Pemerintah Penyebab Minyak Goreng Langka

Hukum | 28 Desember 2022, 16:44 WIB
Sidang pembacaan eksepsi terdakwa Master Parulian Tumanggor di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2022). Master merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi perizinan persetujuan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO). (Sumber: KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Terdakwa dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor,  membantah pihaknya yang membuat minyak goreng langka di pasaran.

Bantahan Master Parulian tersebut disampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Selasa (27/12/2022).

Baca Juga: Dakwaan: Grup Wilmar, Musim Mas dan Permata Hijau Raup Untung Ilegal dari Ekspor CPO di Kemendag

Menurut dia, penyebab langkanya minyak goreng di pasaran saat itu adalah karena diterbitkannya kebijakan kontrol harga (price control) melalui Harga Eceran Tertinggi (HET).

 

Sebagaimana diketahui, Menteri Perdagangan sempat menerbitkan peraturan Nomor 06 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Karena alasan tersebut, Master menilai Jaksa Penuntut Umum tidak jernih melihat perkara yang ditanganinya. Selain itu, ia juga menyebut jaksa egois sehingga tidak melihat sumber kelangkaan itu.

“Fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Kronologi Terungkapnya Pengusaha Minyak Goreng Minum-minum Wine di Ruang Kerja Dirjen Daglu Kemendag

Ia menambahkan, sebelum Kementerian Perdagangan menerbitkan ketentuan HET, minyak goreng masih bisa ditemukan di pasaran, meski dengan harga cukup tinggi.

Mengenai harga yang melambung tinggi itu, kata dia, karena mengikuti harga minyak goreng di pasar dunia. Namun, setelah pemerintah menerbitkan kebijakan HET, minyak nabati itu hilang dari pasar.

“Setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," tutur Master.

Tak hanya itu, Master pun menyoroti tidak adanya lembaga yang mengontrol distribusi minyak goreng, sebagaimana Pertamina yang memiliki wewenang atas bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga: Tergiur Harga Murah, Puluhan Pedagang di Garut Borong Minyak Goreng Malah Tertipu Rp1,9 Miliar

"Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina,” kata dia.

Sebelumnya, Jaksa menuntut Majelis Hakim TIpikor menghukum Master 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Tak hanya itu, bos perusahaan sawit tersebut juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 10,9 triliun.

“(Menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor) menjatuhkan Pidana tambahan kepada terdakwa Dr. Master Parulian Tumanggor untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 10.980.601.063037,” kata Jaksa membacakan amar tuntutannya, Kamis (22/12/2022).

Baca Juga: Kasus Korupsi Izin Ekspor Minyak Goreng, JPU Tuntut Eks Dirjen Kemendag 7 Tahun Penjara

Master dinilai terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama sehingga menimbulkan minyak goreng langka di pasaran.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.com


TERBARU