> >

Status Justice Collaborator Richard Eliezer Diragukan, LPSK Beri Pembelaan: Dia Penuhi Syarat

Hukum | 23 Desember 2022, 18:40 WIB
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Richard Eliezer (kiri), melambaikan tangan kepada awak media pada saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2022). (Sumber: KOMPAS/IVAN DWI KURNIA PUTRA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menanggapi saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mahrus Ali yang meragukan status justice collaborator Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menegaskan pihaknya tetap pada keyakinan dan keputusan bahwa Richard Eliezer layak sebagai justice collaborator atau saksi pelaku.

Hal ini dikarenakan LPSK menilai pemberian status justice collaborator kepada Richard Eliezer sudah sesuai dengan undang-undang.

"Kami yakini bahwa yang bersangkutan, Richard sesuai dengan persyaratan di dalam Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban," kata Susilaningtias dalam Kompas Petang Kompas TV, Jumat (23/12/2022). 

Eliezer memenuhi kriteria tersebut, kata dia, karena dia bukan pelaku utama dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua.

"Dia bukan pelaku utama, karena dia memang diperintah," ujarnya.

Eliezer, lanjut Susilaningtias, merupakan orang pertama yang menyampaikan kepada penyidik dan LPSK bahwa peristiwa itu bukan tembak-menembak antarpolisi, melainkan pembunuhan.

"Kalau Richard tidak bercerita atau memberikan keterangan tersebut, maka sampai detik ini, kasus ini tidak akan terbuka dan tidak ada penegakan hukum pidana. Yang ada mungkin hanya sidang etik di internal Polri," jelasnya. 

Dia juga menyebut, keterangan Richard ini membuat tidak hanya kasus pembunuhannya saja yang didakwa namun juga kasus perintangan proses hukum atau obstruction of justice.

Baca Juga: Saat Ferdy Sambo Tak Terima dan Merasa Eliezer Limpahkan Kesalahan Kepadanya.

"Yang ini menandakan bahwa Richard lah yang pertama kali membuka," ucap Susilaningtias menegaskan.

Di sisi lain, LPSK menilai Eliezer telah memenuhi syarat karena berpotensi menerima ancaman akibat membongkar kasus tersebut.

Diberitakan sebelumnya, keraguan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mahrus Ali terhadap status justice collaborator Richard Eliezer disampaikan dalam persidangan pembunuhan Yosua dengan terdakwa Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/12).

Hal itu bermula dari kuasa hukum Ferdy Sambo, Febri Diansyah, menanyakan status justice collaborator dalam perkara pembunuhan tersebut.

"Terkait justice colaborator, tadi Saudara ahli sampaikan di sini riwayatnya dan pengaturannya sebenarnya untuk kejahatan luar biasa. Pertanyaannya, apakah klausul justice collaborator, bisa digunakan untuk pasal 340 atau pasal 338," ujar Febri dalam persidangan, Kamis, dilansir dari Kompas.com.

Mahrus menjelaskan, status terdakwa sebagai justice collaborator sudah diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perlindungan saksi dan korban.

"Di situ dijelaskan pelakunya banyak pidananya, cuma ada klausul yang umum lagi termasuk kasus-kasus yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan (dari LPSK)," kata Mahrus.

Dia kemudian menjelaskan, apabila dalam kasus pembunuhan Yosua tidak ada potensi serangan dan keputusan dari LPSK, maka tidak ada status justice collaborator untuk terdakwa yang sedang berperkara.

"Dalam konteks ini sepanjang tidak ada keputusan (dari LPSK), ya ikuti tindak pidana yang disebutkan secara eksplisit di situ, apa tadi? Pencucian uang, korupsi, narkotika, perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan enggak ada di situ," imbuh Mahrus.

Baca Juga: Pakar Pidana Sebut Richard Eliezer Bisa Bebas Jerat Hukum Kasus Brigadir J, Ini Pertimbangannya
 

 

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU