> >

LSI Denny JA: 4 King Maker Hadapi Dilema pada Pilpres 2024, dari Megawati hingga Prabowo

Politik | 21 Desember 2022, 11:13 WIB
Foto arsip. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tunjukkan momen keakraban di sela Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-77 TNI. (Sumber: Tangkapan Layar Youtube Setpres/Ninuk)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengungkapkan empat tokoh yang disebut king maker bakal dilema dalam menentukan capres-cawapres pada Pilpres 2024.

"Pada bulan Desember 2022, LSI Denny JA mencatat tumbuhnya empat 'king maker' yang akan menentukan maksimal tiga pasangan capres-cawapres," kata peneliti LSI Denny JA Fitri Hari dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, yang dikutip, Rabu (21/12/2022).

Baca Juga: Tak Hanya Jokowi, Dulu Megawati dan SBY Juga Dapat Rumah dari Negara, Gus Dur Pilih Uang

Empat king maker itu, yakni Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.

Menurut dia, dari empat king maker itu memiliki dilema masing-masing dalam menentukan capres-cawapres.

Pertama, Surya Paloh dengan Partai NasDem mengajukan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden (capres) 2024. Dilemanya, NasDem kuat di basis suara yang beroposisi dengan Jokowi, namun mereka masih menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi.

"Dilemanya Surya Paloh, Partai NasDem tetap di pemerintahan atau keluar dari pemerintahan agar tegas bahwa Anies Baswedan yang diusung membawa isu perubahan. Kemudian dalam mengusung Anies Baswedan akan membawa slogan penerus Jokowi atau antitesa Jokowi," tutur Fitri.

Kedua, dilematis Megawati di mana elektabilitas dua kader PDIP dan Prabowo jika diurut, peringkat pertama ada Ganjar dengan elektabilitas sebesar 25,8 persen, Prabowo dengan 23,9 persen, dan Puan Maharani sebesar 2,9 persen.

Baca Juga: Hasto soal Kapan Capres PDIP akan Diumumkan Megawati: Tunggu Momentum

Menurut dia, dilema Megawati membuat kader PDIP menjadi cawapres Prabowo (bagi Puan atau Ganjar) atau meninggalkan Prabowo, dan kader PDIP maju sebagai capres.

"Jika menyerahkan Puan sebagai cawapres Prabowo, Ganjar akan dipinang partai lain sebagai capres. Sementara jika menyerahkan Ganjar menjadi cawapres Prabowo, bukankah elektabilitas Ganjar lebih tinggi dan PDIP partai lebih besar dibandingkan Gerindra," ujar Fitri.

Ketiga, Airlangga Hartarto dilema karena jika maju sebagai capres atau cawapres, elektabilitasnya masih rendah.

"Jika Airlangga memilih cawapres dari Ganjar, bagaimana jika Ganjar dijodohkan dengan cawapres lain, Airlangga harus hidupkan kartu alternatif. Data menunjukkan jika tidak dengan Ganjar, maka berpasangan dengan Anies Baswedan menjadi pilihan kedua," ucap Fitri.

Airlangga juga dilema jika berpasangan dengan Anies akan membuatnya keluar dari gerbong Jokowi karena Anies lebih membawa suara perubahan.

Baca Juga: Survei Poltracking: Elektabilitas Anies dan Ganjar Ketat, Prabowo Kehilangan Suara

Keempat, dilema Prabowo Subianto di mana tingkat popularitasnya sudah maksimal mencapai angka 96 persen. Namun elektabilitas Prabowo jauh menurun dibanding Pilpres 2019.

"Pada saat Pilpres 2019, elektabilitas Prabowo-Sandi mencapai 44,5 persen. Saat ini elektabilitas Prabowo berada di angka 23,9 persen," tuturnya.

Dia menilai hampir mustahil jika Prabowo maju sebagai cawapres. Namun dilemanya dia sudah sulit menang pada Pilpres 2024 karena elektabilitasnya sudah berada di puncak, tapi masih bisa dikalahkan Ganjar Pranowo.

 

Dilema lain yang dialami Prabowo kesulitan mencari cawapres di luar PKB. Sementara PKB bersikukuh harus Cak Imin cawapresnya.

"(Dilema) Prabowo, pilihan pertama Prabowo mendapat cawapres dari PDIP (Ganjar atau Puan). Tapi pasangan dari PDIP semakin sulit didapat karena PDIP sebagai partai terbesar jika memungkinkan tetap akan memilih capres dari partainya sendiri," ucapnya.

Baca Juga: Gerindra Pilih Nomor Urut 2, Begini Rekam Jejak Parpol Besutan Prabowo di Pemilu Indonesia

Data dan analisa itu didasarkan pada survei nasional pada tanggal 10 sampai 19 Oktober 2022 dan riset kualitatif. Survei nasional menggunakan 1.200 responden di 34 provinsi di Indonesia.

Wawancara dilaksanakan secara tatap muka (face to face interview). Adapun margin of error survei ini adalah sebesar +/- 2,9 persen

Survei nasional itu dilengkapi dengan riset kualitatif terbaru pada bulan Desember 2022. Riset kualitatif dilakukan dengan analis media, focus group discussion (FGD), dan indepth interview.

Baca Juga: Surya Paloh Penasaran soal "Pemodal Besar" yang Disebut Bikin Deklarasi NasDem-Demokrat-PKS Batal

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU