Regulasi Masih Buka Celah Politik Uang dalam Pemilu Serentak 2024
Hukum | 18 Desember 2022, 21:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan sulitnya pembuktian pelaku utama terkait politik uang dalam pemilu serentak.
Politik uang masih kerap terjadi karena terdapat regulasi yang memberikan celah pelaku untuk berbuat hal tersebut.
Terlebih dalam pelaksanaan Pemilihan Serentak 2024 mendatang yang menggabungkan antara Pemilu dan Pilkada. Dalam pelaksanaannya terdapat konstruksi norma yang dibedakan terkait politik uang.
"Untuk pemilu, politik uang hanya bisa dijerat pada tahapan tertentu yaitu kampanye, masa tenang, dan hari pemungutan suara. Yang bisa dijerat hanya (yang) memberi, menerima tak bisa dianggap sebagai tindak pidana," tuturnya dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Minggu (18/12/2022).
Baca Juga: Jokowi Ingatkan Bawaslu dan KPU agar Buat Aturan yang Tegas dalam Penegakan Pemilu
Sementara dalam Pilkada, jeratan pidana terkait politik uang bisa menyasar di setiap tahapan dan menyasar pada pemberi dan penerima uang.
"Nah dari konstruksi normanya saja ada batasan-batasan. Termasuk biasanya yang dikorbankan, 'operator' lapangan. Tetapi aktor utama di belakang sulit sekali untuk dibuka," beber Titi.
Sementara salah satu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) M Afifuddin juga menyoroti tindakan atau modus baru politik uang yang termodernisasi di masyarakat. Kini politik uang bukan lagi berupa amplop tetapi top-up elektronik hingga pengisian token listrik.
"Sebenarnya saat ini pergeseran praktik politik uang semakin termodernisasi Misalnya dengan cara memberikan sesuatu atau barang yang berupa top-up atau di satu daerah ada yang namanya pemberian semacam token listrik dari rumah ke rumah pemilih. Ini yang harus kita antisipasi," jelas Afifuddin.
Penulis : Danang Suryo Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV