> >

Kuat dan RR Disebut Buta Tuli, Romli Atmasasmita: Hakim Tak Boleh Menjerat dan Menyimpulkan

Hukum | 9 Desember 2022, 20:55 WIB
Guru besar hukum pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita, membantah jika hasil poligraf atau lie detector yang menguji kebohongan seseorang disebut tidak bisa digunakan di persidangan. (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru besar hukum pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, mengkritik sikap hakim yang menyidangkan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. 

Sebab, menurut Romli, hakim tersebut telah melakukan pelanggaran kode etik karena memberikan pernyataan yang semestinya tidak dilakukan oleh seorang hakim. 

Baca Juga: Pengacara Kuat Maruf Laporkan Hakim yang Sidangkan Kasus Pembunuhan Brigadir J ke KY, Ada Apa?

Diketahui, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir J, menyebut terdakwa Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal (RR) buta dan tuli. 

Hakim Wahyu mengatakan demikian karena terdakwa Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf mengaku tidak melihat mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo menembak Brigadir J. 

“Ini pelanggaran-pelanggaran kode etik hakim yang harus diperbaiki,” kata Romli dalam program Rosi yang ditayangkan KOMPAS TV, Kamis (8/12/2022).

Romli mengatakan, seorang hakim itu diatur atau dibatasi oleh sebuah aturan tertentu yang tercantum dalam pedoman perilaku hakim.

Baca Juga: Pengakuan Ferdy Sambo Dimarahi Putri Candrawathi karena Diseret dalam Skenario Pembunuhan Brigadir J

Sebab itulah, kata dia, dalam persidangan, hakim tidak boleh memberikan pernyataan yang menjerat, apalagi menyimpulkan.

“Salah satu yang tidak boleh menurut aturan, (hakim) tidak boleh memberikan pernyataan menjerat, apalagi menyimpulkan 'Kamu bohong, tuli, bisu,'” ucap Romli. 

Romli menuturkan dalam persidangan, seorang hakim sepatutnya dapat bersikap lebih sabar dan menggunakan strategi-strategi tertentu untuk menggali keterangan dari saksi atau terdakwa. 

Hal itu, kata dia, perlu dilakukan agar saksi atau terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan bersedia bicara jujur atau benar.

Baca Juga: Hasil Pemeriksaan Poligraf, Ferdy Sambo Ternyata Bohong saat Jawab Tak Ikut Menembak Brigadir J

“Hakim itu harus lebih sabar, menggunakan strategi tertentu, sehingga orang itu mau bicara yang benar," ucap Romli. 

"Kita tahu ada pengaruh relasi kuasa, tapi hakim bisa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang bukan menjerat, tapi bisa menggiring dia berbicara yang betul. Bisa itu." 

Sebelumnya, penasihat hukum dari terdakwa pembunuhan berencana, Kuat Ma'ruf, melaporkan majelis hakim yang menyidangkan kasus pembunuhan Brigadir J ke Komisi Yudisial (KY). 

Adapun majelis hakim yang mengadili kasus pembunuhan Brigadir J itu antara lain Wahyu Iman Santoso selaku hakim ketua, lalu Morgan Simanjuntak dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota. 

Baca Juga: Ketika Ferdy Sambo Bersikeras Tak Perintahkan Tembak Brigadir J, Bharada E sampai Geleng-Geleng

Irwan Irawan, penasihat hukum Kuat Ma’ruf, saat dikonfirmasi, membenarkan telah melaporkan majelis hakim tersebut ke KY. 

Namun, Irwan enggan membeberkan lebih rinci apa yang menjadi keberatannya sehingga melaporkan majelis hakim tersebut ke KY.

"Iya betul (dilaporkan) terkait kode etik," kataI Irwan pada Kamis (8/12/2022). 

Irwan menuturkan dugaan pelanggaran kode etik itu terkait pernyataan-pernyataan hakim Wahyu Iman Santosa selama persidangan bergulir. 

"Pernyataan-pernyataan dia (hakim) pada saat sidang, banyak kalimat-kalimat yang sangat tendensius. Klien kami dituduh berbohonglah, setting-an dan sebagainya" ujar Irwan.

Baca Juga: Dalih Ferdy Sambo Soal 2 Ajudannya Brigadir J dan Bharada E Pegang Senjata Tanpa Tes Psikologi

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU