Wamenkumham: Substansi KUHP di Seluruh Dunia Sama, kecuali Delik Kejahatan Kesusilaan dan Politik
Hukum | 8 Desember 2022, 07:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Aturan atau pasal tentang kejahatan kesusilaan di Indonesia tidak bisa dibandingkan dengan negara mana pun, karena itu berhubungan dengan nilai moral atau moral value.
Penjelasan itu disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (7/12/2022), menanggapi adanya sorotan asing tentang pasal perzinaan.
“Saya selalu mengatakan, ketika berbicara mengenai kejahatan kesusilaan, tidak bisa dibandingkan dengan negara mana pun,” jelasnya.
Menurutnya, substansi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di seluruh dunia sama, kecuali tiga hal.
Baca Juga: Interupsi dan “Walk Out” Warnai Pengesahan RKUHP di Paripurna DPR
“Substansi KUHP di seluruh dunia ini sama, kecuali dalam tiga hal. Satu, delik politik. Dua, penghinaan. Ketiga adalah kejahatan kesusilaan,” sebutnya.
“Mengapa tidak bisa dibandingkan? Kejahatan kesusilaan itu tidak terlepas dari moral value yang ada pada masyarakat,” tegasnya.
Ia mencontohkan, kasus aborsi merupakan sesuatu yang legal di negara-negara Eropa utara. Tetapi, itu menjadi tindak pidana kesusilaan di Indonesia.
“Saya ambil contoh konkret, di negara-negara Eropa utara, aborsi itu adalah perbuatan yang legal menurut hukum nasional, (tetapi) di kita, itu adalah tindak pidana kesusilaan.”
“Kalau kita membuka KUHP China, tidak ada satu bab pun dalam KUHP China yang berbicara mengenai kejahatan kesusilaan,” lanjutnya.
Artinya, kata Edward, moral value ini berbeda dari satu negara dengan negara yang lain.
“Kita punya kedaulatan, kita punya nilai-nilai kearifan lokal yang tidak bisa dibandingkan.”
Dalam dialog itu, Edward juga menyebut bahwa tugas terberat pemerintah sebagai pembentuk KUHP adalah menjelaskan implementasi pada aparat penegak hukum.
“Saya kira tugas terberat pembentuk undang-undang, dalam hal ini adalah pemerintah dan DPR, adalah untuk terus menjelaskan di masa transisi selama tiga tahun,” jelasnya.
“Terutama justru bukan kepada masyarakat, terutama adalah pada aparat penegak hukum.”
Edward menilai, beragam kritik yang muncul berkaitan dengan pengesahan RUU KUHP menjadi KUHP adalah masalah pengimplementasian pasal.
“Sebenarnya kalau kita melihat berbagai kritik, yang dilakukan oleh mahasiswa dan juga oleh teman-teman sejawat saya, yang katakanlah mereka memiliki latar belakang hukum tata negara, saya sangat memahami bahwa yang mereka khawatirkan adalah masalah implementasi.”
“Kalau masalah implementasi, kan itu ada pada aparat penegak hukum,” tegasnya.
Baca Juga: Polisi Temukan Belasan Kertas di Polsek Astana Anyar, Kapolri: Penolakan terhadap Rancangan KUHP
Mengenai pendapat yang menyebut bahwa KUHP baru mengancam demokrasi dan merupakan kemunduran bagi kebebasan berpendapat, Edward mengatakan, itu hanya karena ketidakpahaman.
“Saya kira itu hanya persoalan ketidakpahaman. Kenapa demikian? Salah satu misi dari KUHP yang kita dengungkan itu adalah demokratisasi.”
Pemerintah, kata dia, sangat menjunjung tinggi kebebasan berdemokrasi, juga kebebasan mengeluarkan pendapat, karena itu dijamin oleh konstitusi.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV