Hanya 4 Wilayah di Indonesia yang Bebas Risiko Polio, Dampaknya Anak Bisa Cacat Hingga Ancam Nyawa
Kesehatan | 22 November 2022, 16:04 WIBJAYAPURA, KOMPAS — Penetapan status kejadian luar biasa atau KLB polio di Kabupaten Pidie, Aceh menjadi kewaspadaan bersama soal ancaman infeksi tersebut di sejumlah wilayah Indonesia. Termasuk dalam hal ini adalah wilayah Papua.
Pasalnya, menurut catatan Kementerian Kesehatan, hanya ada empat provinsi yang dinyatakan aman dari risiko polio. Tiga provinsi masuk zona kuning atau risiko sedang antara lain, Banten, Bali, dan Jambi, sedangkan yang termasuk zona hijau atau risiko rendah adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melansir dari Kompas.id, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menuturkan, pemetaan risiko polio itu diperoleh dari analisis yang mengacu pada ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Saat ini Kemenkes melakukan langkah cepat untuk mencegah polio semakin meluas di beberapa daerah. “Salah satunya, langkah pencegahan, yakni dengan mengadakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Dengan BIAN, kita dapat mengejar imunisasi anak yang belum lengkap akibat pandemi Covid-19,” terangnya, Senin (21/11/2022).
Untuk di wilayah Papua misalnya, setidaknya ada 26 daerahnya yang berisiko tinggi terjadi kasus polio dan campak. Hal ini disebabkan minimnya cakupan pelaksanaan imunisasi bagi anak hingga bulan ini yang belum mencapai target nasional, yakni 95 persen.
Baca Juga: Kronologi Temuan Pasien Polio di Aceh, Alami Demam hingga Pengecilan Otot Kaki
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Papua Elia Tabuni di Jayapura, Senin, mengatakan, mayoritas cakupan pelaksanaan imunisasi anak yang masih rendah tersebar di kabupaten-kabupaten yang kini masuk dalam wilayah pemekaran Provinsi Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
“Hingga saat ini, cakupan imunisasi dengan vaksin MR baru mencapai 39,4 persen dari target 792.523 anak, cakupan vaksin OPV baru 12,3 persen dari target 114.416 anak dan cakupan vaksin IPV 3,4 persen dari target 169.023 anak. Adapun cakupan vaksin DPT HB-HIB baru mencapai 5,2 persen dari target 197.521 anak,” paparnya.
Untuk diketahui, pelaksanaan BIAN ditujukan kepada anak berusia 9 bulan hingga 4 tahun, anak dengan umur 5 tahun hingga 6 tahun, dan anak berumur 7 tahun hingga 12 tahun.
Selama periode BIAN, anak akan mendapatkan vaksin MR untuk mencegah penyakit campak dan rubela. Termasuk juga dalam program BIAN ini dilaksanakan imunisasi kejar dengan pemberian vaksin IPV, vaksin OPV, dan vaksin DPT HB-HIB.
Vaksin IPV dan OPV untuk mencegah penyakit polio serta vaksin DPT HB-HIB berfungsi mencegah sejumlah penyakit bagi anak, antara lain difteri, pertusis, pneumonia, dan meningitis.
Alasan cakupan imunisasi rendah
Elia menuturkan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan imunisasi vaksin MR, vaksin IPV, vaksin OPV, dan vaksin DPT HB-HIB.
Faktor tersebut antara lain gangguan keamanan di daerah, seperti Nduga dan Puncak; terbatasnya fasilitas; dan belum adanya penyediaan anggaran operasional pelaksanaan program tersebut.
“Faktor lainnya adalah sebagian besar puskesmas yang tidak melaksanakan program BIAN di sejumlah kabupaten. Daerah tersebut antara lain Puncak Jaya, Lanny Jaya, Asmat, Paniai, dan Pegunungan Bintang,” ujar Elia.
Penyebab lainnya yang diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jayawijaya Willy Mambieuw bahwa Pemda Jayawijaya tidak mengalami kendala minimnya tenaga dan fasilitas kesehatan.
“Sebenarnya, kami telah menyiapkan tenaga dan fasilitas imunisasi di 28 puskesmas. Sayangnya, kami masih menghadapi kendala penolakan dari orangtua yang tidak mau anaknya mendapatkan imunisasi,” kata Willy.
Dampak terburuk
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, satu kasus polio bisa merefleksikan 200 anak yang sudah terinfeksi.
Dari prediksi 200 anak yang terinfeksi, 1 pasien lumpuh layuh, 8 sudah terkena radang selaput otak, dan 191 orang di antaranya tidak bergejala tetapi sangat menular dan bisa menularkan pada anak lainnya.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menuturkan, cakupan imunisasi dasar lengkap yang minim dapat memicu penyakit, seperti polio, campak, difteri, dan tetanus.
Penyakit-penyakit ini memiliki bahaya yang menyebabkan kecacatan hingga mengancam nyawa.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Purwanto
Sumber : Kompas.id