> >

Kiprah Paku Alam VIII, Raja Kadipaten Pakualaman yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional 2022

Sosok | 11 November 2022, 07:15 WIB
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam VIII mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2022. (Sumber: Instagram Pura Pakualaman)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam VIII dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7 November 2022.

KGPAA Paku Alam VIII yang bernama Bandara Raden Mas Harya Sularso Kunto Suratno merupakan raja dari Kadipaten Pakualaman, satu dari empat kerajaan swapraja pada masa kolonial Belanda.

Paku Alam Kedelapan itu diberi gelar Pahlawan Nasional lantaran telah menggabungkan wilayah kepemimpinannya, yakni Kadipaten Pakualaman, untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada masa kemerdekaan. Berkat jasanya itu, NKRI menjadi utuh hingga saat ini.

Ia naik tahta sebagai sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo pada 13 Februari 1937. Tiga hari kemudian, pada 16 Februari 1937, ia menggantikan ayahnya, KGPAA Paku Alam VII yang mangkat sebagai raja Kadipaten Pakualaman.

Gelar Paku Alam VIII baru mulai ia gunakan pada masa penjajahan Jepang pada 1942.

Baca Juga: 5 Tokoh akan Dianugerahi Gelar Pahlawan, Ada DR. dr. Soeharto, Kyai A. Sanusi dan Paku Alam VIII

Menggabungkan wilayah kepemimpinannya kepada NKRI

Melansir dari Kompas.com, setelah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 19 Agustus 1945, Paku Alam VIII bersama dengan raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengirimkan pesan telegram yang menyatakan wilayah kepemimpinan mereka bergabung dengan NKRI.

Pesan tersebut juga berisi ucapan selamat atas terpilihnya Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. 

Selanjutnya, pada 5 September 1945, secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan amanat bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang disetujui Badan Pekerja Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada 30 Oktober 1945.

Melalui Amanat Bersama yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dari Keraton Yogyakarta dan KGPAA Paku Alam VIII dari Kadipaten Pakualaman itu, maka terbentuklah penggabungan wilayah yang dikenal dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kemudian pemerintah pusat mengeluarkan UU Nomor 19 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menetapkan status DIY sebagai daerah yang setara dengan provinsi dengan wilayah meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman. 

Baca Juga: 2 Sosok Dokter Bergelar Pahlawan Nasional, Berjasa Rawat Soekarno dan Kaum Perempuan Korban Jepang

Sosok Raja di Pura Pakualaman ini kemudian diangkat sebagai Wakil Gubernur Provinsi DIY pertama mendampingi Sri Sultan Hamengku Buwono IX sejak 4 Maret 1950 hingga 3 Oktober 1988. 

Pria kelahiran Yogyakarta, 10 April 1910 itu juga sering menggantikan tugas sebagai kepala daerah karena kesibukan Hamengkubuwono IX dalam kabinet Republik Indonesia.

Ia juga sempat menggantikan posisi Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Gubernur DIY pada 1988 hingga 1998.

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Lantik Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DIY 2022-2027

Raja Kadipaten Pakualaman terlama

Laki-laki yang pernah menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta itu menyandang gelar Raja Kadipaten Pakualaman selama 61 tahun, pada 1937 hingga 1988, dan menjadikannya raja yang memimpin wilayahnya dengan masa kepemimpinan terlama.

Selain itu, iajuga pernah menjabat sebagai Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY pada pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957, Anggota Konstituante (November 1956), Anggota MPRS (September 1960), dan Anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah (1997-1999). 

Pada 20 Mei 1998, KGPAA Paku Alam VIII bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia dalam acara yang disebut Pisowanan Agung. 

Sri Paduka KGPAA Paku Alam VIII wafat pada 11 September 1998 dan dimakamkan di Komplek Makam Girigondo, Desa Kaligintung, Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Jabatan sebagai Raja Kadipaten Pakualaman pun digantikan oleh KGPAA Paku Alam IX dan posisinya sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta digantikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU