> >

Sepak Terjang Aktivis Papua Filep Karma, Kibarkan Bendera Papua, Disiksa, hingga Perhatian Dunia

Sosok | 1 November 2022, 10:54 WIB
Aktivis Papua, Filep Karma (Sumber: Tribunnews Papua)

JAYAPURA, KOMPAS.TV - Filep Jacob Semuel Karma atau dikenal sebagai Filep Karma dikabarkan meninggal pada Selasa (1/11/2022).

Melansir Antara, Filep Karma ditemukan warga dengan keadaan sudah tak bernyawa di pantai Base G Jayapura pukul 07.00 WIT.

Berdasarkan foto yang beredar, saat ditemukan, Filep diduga masih mengenakan perlengkapan menyelam atau diving.

Untuk saat ini, diketahui, jenazah Filep telah dibawah ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan otopsi.

Sementara itu, Kapolsek Jayapura Utara Akp Yahya Rumra mengatakan masih berupaya mengidentifikasi jenazah tersebut.

"Memang benar ada jenazah yang ditemukan warga di pantai Bse G yang diduga Filep Karma namun untuk memastikan masih menunggu konfirmasi keluarganya," kata Yahya.

Baca Juga: Aktivis Kemerdekaan Papua Filep Karma Ditemukan Meninggal di Pantai Jayapura

Sepak Terjang Filep Karma

Lahir di Biak, Papua, 15 Agustus 1959, Filep dikenal sebagai seorang aktivis kemerdekaan Papua. 

Dikutip dari laman unkris.ac.id, saat masih kecil Filep dibesarkan dari keluarga kelas atas yang aktif di perpolitikan daerah. 

Ayahnya merupakan Andreas Karma, seorang pegawai negeri sipil bimbingan Belanda yang bekerja untuk pemerintah Indonesia pasca-kemerdekaan. 

Andreas juga merupakan bupati Wamena. Adapun Constant Karma, salah satu sepupu Filep, menjabat sebagai wakil gubernur Papua.

Saat kecil, rumah Filep sempat mendapat serangan dini hari oleh tentara Indonesia dan berhasil merusak perabotan di rumahnya.

Pendidikan

Ia mengenyam pendidikan di Solo, Jawa Tengah, sebelum menjadi pegawai negeri sipil seperti ayahnya.

Pada tahun 1997, ia berangkat ke Manila untuk kuliah selama satu tahun di Asian Institute of Management.

Pengibaran Bendera dan Penangkapan

Sepulangnya dari Manila, Filep mulai mengangkat isu pemisahan Papua dari Indonesia. Saat itu masih masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Pada 2 Juli 1998, terjadi kerusuhan antara aktivis dan polisi saat upacara pengibaran bendera Papua Barat di Biak. 

Militer Indonesia menguasai Pulau Biak empat hari kemudian menyerang aktivis. Filep menduga lebih dari 100 pengunjuk rasa tewas.

Baca Juga: Detik-detik Drone Rekam Momen Api Besar Lahap Permukiman Warga di Kebayoran Lama Jakarta

Human Rights Watch memprotes dan menyebut bahwa beberapa bulan sesudah peristiwa ini pemerintah Indonesia "gagal menerapkan investigasi serius terhadap insiden ini dan gagal memaksa para pelaku penyiksaan warga di Biak bertanggung jawab".

Setelah itu, Filep kemudian ditangkap, diadili, dan dihukum penjara selama 6,5 tahun atas tuduhan pengkhianatan. 

Namun, hukuman itu dibatalkan di sidang banding sesudah Filep dipenjara selama 10 bulan.

Dihukum Penjara 15 Tahun

Filep sempat dituduh berkhianat kepada negara karena mengibarkan bendera Bintang Kejora dalam sebuah upacara di Jayapura, Indonesia pada 1 Desember 2004.

Ia pun dihukum penjara selama 15 tahun sebelum Amnesty International dan Human Rights Watch melayangkan protes atas penahanannya.

Pasca pengadilan, para pengacara Karma kabarnya mendapati kepala anjing di depan pintu rumah mereka didampingi catatan bertuliskan "Bunuh Karma".

Laporan Penyiksaan dan Perhatian Internasional

Pada bulan Agustus 2008, 40 anggota Kongres Amerika Serikat mengirim surat ke Indonesia yang intinya menginginkan Karma dan aktivis lainnya dilepaskan. 

Tak lama sesudah itu, 100 orang berdemonstrasi di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta.

Tahun 2009, Asian Human Rights Commission mencetuskan bahwa para sipir memukuli Filep dan melakukan penyiksaan terhadapnya.

Saat ia  diizinkan menjadi narasumber untuk sebuah stasiun radio setempat dan ia mengaku sering disiksa sipir penjara.

Bulan Mei 2010, otoritas penjara menolak permintaan dokter untuk membawa Filep ke Jakarta demi mendapatkan perawatan medis yang layak. 

Baca Juga: Gubernur Papua Lukas Enembe Bersedia Diperiksa Kpk

Saat itu, Amnesty International kembali mengeluarkan peringatan tentang keselamatannya hingga  pada Desember 2010, Filep ditransfer ke kepolisian Jayapura sesudah terjadi kerusuhan di penjara. 

Human Rights Watch pun kembali menginginkan Karma dan rekan-rekan politiknaya dilepaskan serta memprotes sedikitnya akses ke lembaga bantuan hukum.

Amnesty International kembali mengeluarkan peringatan atas nama Filep Karma pada April 2012 sesudah organisasi ini menduga otoritas penjara menolak menyediakan perawatan medis kepada Karma yang menderita tumor.

Ia pun akhirnya mendapatkan perawatan pada September 2012.

 

Penulis : Dian Nita Editor : Iman-Firdaus

Sumber : unkris.ac.id


TERBARU