> >

Cerita Yanti, Bayinya Usia 1 Tahun Wafat dalam Dua Minggu Akibat Gagal Ginjal, Padahal Jarang Sakit

Kesehatan | 23 Oktober 2022, 23:02 WIB
Seorang ibu di Bali, Yanti Oktaviani, meceritakan gejala hingga perawatan bayinya yang berusia satu tahun melawan penyakit gagal ginjal akut, hingga akhirnya wafat, Minggu (23/10/2022). (Sumber: Tangkapan layar KOMPAS TV)

BALI, KOMPAS.TV - Yanti Oktaviani, ibu dari bayi perempuan berusia satu tahun yang wafat setelah menderita gagal ginjal akut di Bali mengungkapkan gejala, perawatan, serta upaya yang dilakukan sebelum putrinya meninggal dunia.

Yanti mengatakan bahwa bayi perempuannya yang bernama Komang Dira Bulan Kayana awalnya mengalami demam tinggi, hingga mencapai 40 derajat Celcius. Padahal, kata dia, bayinya itu jarang sakit.

"Awalnya panas biasa, tapi panasnya tinggi sampai 40 (derajat celcius)," ungkapnya di Kompas Petang, KOMPAS TV, Minggu (23/10/2022).

"Sebelumnya enggak pernah sakit anaknya, sehat, jarang lah. Ini tiba-tiba panasnya sangat tinggi sampai 40 (derajat Celcius)," terangnya.

Saat itu, Yanti mengaku dibekali obat sirop paracetamol oleh dokter yang memeriksa bayinya di sebuah fasilitas kesehatan.

Baca Juga: Dikonsumsi Pasien Gagal Ginjal Akut, BPOM Pastikan 23 Merek Obat Sirop Anak Ini Aman

Ia mengatakan, suhu tubuh putrinya sempat turun selama dua hingga tiga hari setelah meminum obat tersebut.

"Sekitar dua sampai tiga hari panasnya turun. Dua hari tidak ada panas sama sekali," jelasnya.

Akan tetapi, ia mengungkapkan bahwa pada hari kelima bayinya kembali demam. Ia pun mengaku ditanya dokter tentang kelancaran buang air kecil anaknya.

"Dokter menanyakan, apakah ada kencing atau tidak, dan itu dicek dari pagi tidak ada ganti pampers, pampersnya kosong sekali, mungkin lebih dari delapan jam, sehingga dokter merujuk untuk opname," tuturnya.

Yanti mengatakan, hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa fungsi ginjal anaknya sudah sangat menurun saat diopname.

"Nah itu langsung dirujuk ke rumah sakit pusat, dibilang gagal ginjal akut," terangnya.

Ia mengatakan, putrinya dirawat selama sebelas hari di rumah sakit pusat dengan diagnosis menderita gagal ginjal akut.

Ia tak tahu pasti obat apa saja yang diberikan oleh pihak rumah sakit ketika merawat bayinya.

"Detailnya saya tidak tahu ya, cuma yang saya inget itu HDEC, sama obat-obatan untuk menunjang gagal ginjal," kata dia.

Akan tetapi, ia ingat betul bahwa bayinya sempat mengonsumsi obat sirop paracetamol yang diresepkan dokter.

Baca Juga: BPOM Ungkap Ada 4.922 Link Toko Online yang Jual Sirop Obat Tidak Aman

Ia juga tak menyangka bahwa bayinya dinyatakan reaktif setelah pemeriksaan serologi Covid-19.

"Waktu itu sempat dites imuno serologi oleh tim dokter, karena saat anak saya masuk di rumah sakit rujukan itu sudah ada sepuluh kasus (Covid-19), dan pada saat tes imuno serologi dibilang reaktif," ujarnya.

Setelah sembilan hari dirawat, kata Yanti, dokter menyatakan kondisi bayinya sudah membaik, sehingga putrinya itu dipindahkan ke ruang rawat inap.

"Nah itu dropnya setelah dikabarkan bahwa kondisinya sudah membaik, dipindahkan ke ruang rawat inap biasa," jelasnya.

"Namun, saat itu tiba-tiba hemoglobinnya turun dan disarakan untuk transfusi darah," lanjut dia.

Yanti menyaksikan kondisi kesehatan bayinya yang tiba-tiba sudah sangat menurun kala itu.

"Setelah transfusi darah itu tiba-tiba kondisinya drop. Besoknya langsung meninggal," katanya sambil terisak.

Baca Juga: Gejala Gagal Ginjal Akut pada Anak, Orang Tua Perlu Waspada jika Warna dan Volume Air Seni Berubah

Ia mengaku menyayangkan tidak adanya alat bantu cuci darah untuk bayi, sehingga nyawa putrinya pun tak tertolong.

"Sebetulnya sudah baik kondisinya, cuma memang disayangkannya pada saat itu tidak ada alat untuk cuci darah, karena menurut info dokter, itu alatnya hanya untuk umur tiga tahun ke atas," ungkapnya.

"Jadi anak saya yang umur setahun itu enggak bisa cuci darah seperti orang biasa cuci darah," imbuhnya. 

Tak kuasa menahan air mata, sambil terisak Yanti mengaku ia dan keluarga sangat syok atas kepergian bayinya.

"Kami sangat syok, kami semua, karena memang awalnya anak saya sangat sehat, jarang sekali dia sakit," ujarnya.

"Tiba-tiba sakitnya malah ditinggal seperti ini kan kami juga sedih ya. Syok lah," tuturnya sambil menitikkan air mata.

Ia masih tak percaya putri kecilnya meregang nyawa begitu cepat, tak sampai dua minggu.

"Enggak sampai dua minggu itu, ya kurang lebih dua mingguan," kenangnya.

Ia pun berharap agar pemerintah bertindak cepat dalam menanggapi kasus gagal ginjal akut pada anak.

"Harapannya pemerintah cepat tanggap, maksudnya untuk kondisi anak-anaknya sudah sangat memprihatinkan menurut saya, ini sangat banyak," ujarnya.

Baca Juga: BPOM Hapus Termorex dari Daftar Obat Sirop Mengandung Senyawa Tercemar, Ini Alasannya!

Pemerintah, kata dia, juga perlu melengkapi alat kesehatan di rumah sakit agar pengobatan gagal ginjal anak dapat dilakukan secara optimal.

"Mungkin pemerintah harus bisa memfasilitasi, kayak anak saya ini kan enggak bisa cuci darah dengan mesin, jadi kalau bisa pemerintah memberikan fasilitas yang cukup efektif lah untuk pengobatan anak yang sudah terjangkit ini," terangnya.

Ia juga memohon agar pemerintah mencari penyebab penyakit gagal ginjal akut pada anak yang banyak terjadi akhir-akhir ini.

"Kalau memang ada oknum-oknum yang harus bertanggung jawab, mohon diitindak tegas oleh pemerintah," tegasnya.

Kini, Yanti mengaku ia dan suami hanya dapat saling menguatkan atas kesedihan yang mereka alami.

"Ini berat, masih belum bisa untuk (menerima), ya kami saling support (dukung) satu sama lain saja," pungkasnya.

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU