> >

Pakar UGM: Pelarangan Obat Sirop Mestinya Tak Dipukul Rata

Kesehatan | 22 Oktober 2022, 11:45 WIB
Ilustrasi. Menurut pakar farmakologi dan farmasi klinik dari UGM, Prof Zullies Ikawati, pelarangan obat sirop seharusnya tidak dipukul rata. (Sumber: Pixabay)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Penarikan obat berbentuk sirop ditanggapi oleh pakar farmakologi dan farmasi klinik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Zullies Ikawati. Menurutnya, pelarangan itu seharusnya tidak dipukul rata.

"Memang saat ini risiko terjadinya gagal ginjal akut, sepertinya dianggap lebih besar dengan penggunaan sirop, sehingga disarankan penghentiannya. Namun, harusnya tidak di-gebyah uyah (disamaratakan)," kata Zullies, Sabtu (22/10/2022), dinukil Antara.

Baginya, penarikan obat sirop dari pasaran memang dilematis. Di satu sisi, banyak anak belum mampu mengonsumsi obat dalam kemasan tablet atau kapsul.

Di sisi lain, ada pula anak dengan penyakit kronis yang wajib minum obat sirop, di mana penggunaannya selama ini tak menimbulkan efek samping.

"Misal, anak dengan epilepsi harus minum obat rutin, ketika obatnya dihentikan atau diubah bentuknya, bisa saja menjadikan kejangnya tidak terkontrol," imbuh Zullies.

Baca Juga: Kemenkes Instruksikan Apotek Setop Jual Obat Sirop Buntut Kasus Gangguan Ginjal Anak

Sebelumnya diberitakan oleh KOMPAS.TV, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau seluruh apotek di Indonesia untuk menyetop penjualan obat sirop sejak Selasa (18/10).

Hal itu dijelaskan dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.

"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas, dalam bentuk sirup, kepada masyarakat, sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," terang edaran tersebut.

Baca Juga: Kemenkes Datangi 156 Pasien Gagal Ginjal Akut, Presiden Perintahkan Buka Daftar Obat yang Diteliti

Sementara itu, data terbaru tentang kasus penyakit ginjal akut misterius di Indonesia per Jumat (21/10) telah mencapai 241 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 133 anak. Hal itu dijelaskan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin via konferensi pers.

"Kita sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal akut atau AKI (acute kidney injury, -red) di 22 provinsi, dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus," terang Budi.

 

Penulis : Rofi Ali Majid Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV/Antara


TERBARU