> >

Periksa Susi Pudjiastuti, Kejagung Duga Kemenperin Naikkan Kuota Impor Garam demi Untung Pribadi

Hukum | 8 Oktober 2022, 10:29 WIB
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana. Kejagung memeriksa Susi Pudjiastuti sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat (7/10/2022), mengatakan penyidik mencecar Susi dengan 43 pertanyaan.

"Saksi (Susi) memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam," tuturnya, dikutip dari Kompas.com.

Menurutnya, berdasarkan hasil kajian teknis Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi menerbitkan  kuota garam sebesar kurang lebih 1,8 juta ton.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Bongkar Kemenperin Dipimpin Airlangga Abaikan Rekomendasi KKP, Ngotot Impor Garam

Salah satu pertimbangan pemberian kuota dan pembatasan impor tersebut adalah untuk menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal.

"Namun ternyata rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak diindahkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang justru menetapkan kuota impor garam sebesar 3,7 ton," ucap Ketut.

Menurut Ketut, tindakan Kemenperin di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto tersebut berdampak pada kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi.

Hal itu menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok.

Ia menambahkan, ada dugaan oknum Kemenperin sengaja menaikkan kuota impor garam demi mengeruk keuntungan pribadi.

"Diduga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional, terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi," ujarnya.

Saat ini Kejagung tengah melakukan penyidikan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.

Pada 2016-2019, Kemenperin dipimpin oleh Airlangga Hartarto. Ketua Umum Partai Golkar itu kini menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

Diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, Kejagung tengah menyidik kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam periode 2016-2022.

 

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, kasus tersebut naik ke tahap penyidikan pada 27 Juni 2022.

"Tim penyidik melakukan gelar perkara dan berkesimpulan untuk meningkatkan perkara ke tahap penyidikan," ujar Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022).

Menurut Burhanuddin, pada tahun 2018, Kemendag menerbitkan kuota persetujuan impor garam, dan ada 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri atau setidaknya sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp 2.054.310.721.560.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Blak-blakan Minta Pemain Tata Regulasi Niaga yang Buat Petani Rugi Dihukum Setimpal

Namun, proses itu, kata dia, dilakukan tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia. Hal ini kemudian mengakibatkan garam industri melimpah.

Untuk mengatasinya, para importir mengalihkan garam itu dengan cara melawan hukum, yakni garam industri itu diperuntukkan menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi.

Akibatnya, mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan merugikan perekonomian negara.

"Seharusnya UMKM yang mendapat rezeki di situ dari garam industri dalam negeri ini. Mereka garam ekspor dijadikan sebagai industri Indonesia yang akhirnya yang dirugikan para UMKM, ini adalah sangat-sangat menyedihkan," kata Burhanuddin.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.com


TERBARU