Pakar Hukum Dorong Mahfud MD Jaga Presiden agar Tak Endorse Keputusan yang Merusak Ketatanegaraan
Politik | 5 Oktober 2022, 04:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mendorong Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) untuk menjaga agar presiden tidak mengendorse keputusan yang bisa merusak ketatanegaraan.
Hal itu disampaikan Bivitri dalam konferensi pers seusai melakukan fokus group discussion (FGD) tentang Reformasi Hukum dan Peradilan bersama Menkopolhukam Mahfud MD, di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (4/10/2022).
“Jadi kami juga mendorong supaya Pak Menko juga selain mendorong reformasi penegakan hukum, juga menjaga supaya presiden tidak meng-endorse keputusan-keputusan yang sebenarnya dibuat secara keliru oleh lembaga-lembaga lain yang bisa merusak sistem ketatanegaraan kita,” urainya.
Sebagai dosen Hukum Tata Negara, kata Bivitri, dalam diskusi tersebut dirinya menekankan tentang reformasi Mahkamah Agung.
“Itu eksekutif juga bisa ikutan, sepanjang tidak memengaruhi pengambilan keputusan, seperti yang dilakukan oleh DPR terhadap MK dan MK.”
Baca Juga: Mahfud MD Soroti Jam Pertandingan Arema Vs Persebaya yang Tetap Digelar Sabtu Malam
“Kalau iktikadnya baik, yaitu untuk memperbaiki institusi dan sama sekali tidak ada pengaruhnya pada cara hakim mengambil keputusan, justru itu harus disambut baik,” tuturnya.
Ia juga menilai bahwa sekarang ini eksekutif, legislatif, yudikatif, sedang luar biasa kacau. Salah satunya adalah legislatifnya yang ikut mengutak-atik yudikatif.
“Sebenarnya kami melihat masih ada satu bagian yang bisa punya legal standing yang kuat, dan salah satunya adalah di tempat ini, salah satunya adalah menko yang juga punya latar belakang profesor, guru besar.”
Sementara, Najwa Shihab, jurnalis yang juga turut menghadiri kegiatan itu, mengatakan, jika berbicara tentang reformasi peradilan, ada beragam momentum yang membuat orang menginginkan pembenahan.
“Pasti teman-teman sebagai wartawan juga sudah mengikuti, ada beragam momentum sebetulnya, yang sudah terjadi, yang melibatkan peradilan, yang kemudian membuat orang berteriak, dan ingin ada pembenahan secara keseluruhan.”
Menurut Najwa, ada beberapa kasus yang terjadi di masa lalu, yang kemudian momentumnya terlewatkan, dan tidak bisa dipakai menjadi titik tolak untuk memperbaiki berbagai kekurangan dalam peradilan kita.
“Kalau kita mau memperbaiki peradilan, tidak bisa sendirian, harus juga menyentuh institusi-institusi negara yang lain,” kata dia.
Ia menambahkan, memastikan akses informasi selalu terbuka akan jauh lebih efektif untuk mempercepat reformasi kenegaraan, bukan hanya reformasi peradilan.
“Kuncinya adalah memastikan akses informasi itu selalu terbuka, sehingga pengawasan dari publik, yang kalau kita lihat belakangan ini justru itu yang jauh lebih efektif, itu yang saya rasa akan bisa mempercepat mendorong reformasi kenegaraan ini, bukan hanya peradilan.”
Baca Juga: Bivitri: Hukum Negara, Secara Esensial Tidak Pernah Setara Menempatkan Pejabat dengan Warga Biasa
Langkah yang harus dilakukan adalah bagaimana memastikan akses informasi tetap terbuka, dan independensi serta kebebasan pers bisa dijunjung, sehingga kalau pers melakukan langkah-langkah investigasi, tidak mendapatkan tekanan dan intimidasi.
“Sekali lagi, itu kunci untuk bisa melakukan perbaikan secara keseluruhan.”
“Informasi yang transparan, informasi yang terbuka, yang memungkinkan publik juga bisa bersuara,” tegasnya.
Ia juga menyebut, jika berharap pada mekanisme pengawasan internal atau eksternal yang dibuat, rasa-rasanya masih jauh dari harapan.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV