Mengenal Garebeg Mulud, Perayaan Maulid Nabi Khas Keraton Yogyakarta
Sosial | 28 September 2022, 08:10 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Keraton Yogyakarta secara rutin mengadakan perayaan untuk memeringati maulid Nabi Muhammad SAW yang dinamakan Upacara Sekaten.
Tradisi ini sudah turun-temurun dilakukan dan puncaknya adalah Garebeg Mulud yang diselenggarakan pada tanggal 12 bulan Jawa (Mulud) atau 12 Rabiul Awal.
Garebeg atau grebeg berasal dari bahasa Jawa, seperti dikutip dari Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, kata "brebeg" atau "gumerebeg" memiliki arti suara ribut.
Suara itu muncul dari sorakan para penonton yang menyaksikan parade dengan tembakan salvo yang dibawakan para pengawal keraton saat prosesi grebeg.
Baca Juga: Sambut Tahun Baru Islam, Warga Lakukan Petik Laut Hingga Grebeg Gunungan
Puncak perayaan maulid ini dimulai sejak 07.30 pagi di halaman utara Kemandungan dari Kraton menyeberang Sitihinggil dan menuju ke Pagelaran di alun-alun utara.
Gunungan yang berisi sayuran hingga bahan dasar dapur diarak sebagai lambang kemakmuran dan kesejahteraan.
Para pengawal kraton kemudian membawa gunungan itu ke Masjid Agung sebelum hasil bumi itu diperebutkan banyak orang.
Budaya ini sempat tak digelar tahun lalu karena kondisi pandemi Covid-19 yang tak memungkinkan digelarnya acara tersebut.
Baca Juga: Grebeg Besar di Keraton Surakarta, Ratusan Orang Berebutan Isi Gunungan
Prosesi Garebeg Mulud
Garebeg Mulud merupakan rangkaian akhir dari Upacara Sekaten. Sekaten dimulai pada tanggal 5 bulan Mulud atau Rabiun Awal selama 7 hari.
Gamelan pusaka Kyai Gunturmadu dan Kyai Nagawilaga akan dibunyikan sebagai tanda dimulainya sekaten. Alat musik ini akan dipindahkan dari kraton ke masjid besar untuk dimainkan selama periode sekaten berlangsung.
Dilansir dari Kompas.com, sekaten akan ditutup dengan pembacaan Risalah Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Pengulu Keraton yang diselenggarakan di Masjid Besar Yogyakarta.
Pembacaan tersebut akan dilanjutkan dengan upacara kondur gongso atau mengembalikan gamelan Sekaten ke Keraton.
Baca Juga: Tradisi Grebeg Suro, Warga Tanam Kepala Sapi di Sumber Mata Air
Berakhirnya Sekaten menjadi tanda dimulainya puncak acara dengan berlangsungnya Garebeg Mulud.
Dalam pelaksanaan Garebeg atau Grebeg Mulud, banyak masyarakat yang menunggu gunungan berupa sayuran hingga isi dasar dapur untuk diperebutkan.
Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta berpendapat masyarakat memerebutkan bagian-bagian gunungan itu karena dianggap benda suci dan memiliki kekuatan supranatural.
"Para petani sering menanam bagian dari Gunungan tersebut di sawah dengan harapan akan dijauhkan dari bencana atau nasib sial," kata Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta, dikutip Kompas TV, Rabu (28/9).
Penulis : Danang Suryo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/Kompas.com