Kisah Pria Cirebon Temani Istri Lahiran di Rabu Wekasan: Siangnya Tradisi Apem, Jam 11 Malam Lahiran
Agama | 21 September 2022, 14:04 WIBCIREBON, KOMPAS.TV – Seorang pria di Cirebon, Jawa Barat, bernama Waswin Janata (38 tahun) cerita dirinya melakukan ritual seperti zikir hingga sedekah di malam Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan yang jatuh pada hari ini, Rabu (21/9/2022).
Ia pun cerita, pada Rabu Wekasan, dirinya selalu bersyukur lantaran teringat kisah dua tahun lalu ketika ia menemani istrinya di sebuah RS untuk lahiran anaknya.
Ia cerita, pada jam-jam sebelum kelahiran, ia sempat melakukan tradisi berbagi apem atau kerap disebut 'ngapem' di desanya.
Tak lama kemudian, pada malam harinya tepat di malam Rabu Wekasan, istri tercintanya melahirkan.
“Kebetulan dua tahun lalu pas malam Rabu Wekasan di RS. Hampir sendirian cuma dengan istri. Siang harinya sempat bikin apem untuk dibagikan-bagian untuk warga, itu tradisi kami Rabu Wekasan, eh jam 11 malam istri lahiran,” kenangnya kepada KOMPAS.TV Rabu (21/9).
Menurut ceritanya, saat itu sejumlah pasien lain sudah sudah pergi, lantaran Rabo Wekasan dan takut. Ia pun tinggal sendirian di rumah sakit.
“Katanya ya takut Rebo Wekasan. Saya enggak, justru lahirnya Rebo Wekasan itu pas. Saya tidak meyakini Rebo Wekasan nahas, kita diajari leluhur para ulama, di hari itu melakukan amalan dan doa tolak bala," tambahnya.
Ia lantas cerita, setiap Rabu Wekasan tiba, ia melakukan tradisi di desanya, yakni berupa zikir, doa bersama dan bikin apem dan berkat.
“Setiap Rebo Wekasan, mau enggak mau ya sekalian tasyakuran anak. Sekaligus, kebetulan jadi pengingat akan makna Rabu Wekasan itu, " paparnya.
Baca Juga: Cerita Warga Amalkan Tradisi Rabu Wekasan, Ngaku Diingatkan Masjid Sejak Malam Hari
Ajaran Wali dalam Tradisi Rabu Wekasan
Waswin lantas cerita, di desanya, ada tradisi-tradisi positif yang sudah dilanggengkan sejak ratusan tahun terkait dengan Rabu Wekasan.
Ajaran itu berupa berbagi dengan sesama, berbagi dengan tetangga sekitara. Selain itu, di malamnya ia bersama warga doa bersama, baca yasin dan salat hajat menolak bala.
Tradisi berbagi itu, misalnya, para warga di malam Rabu Wekasan membuat apem. Apem ini disebutnya sebagai kue perpaduan antara tradisi arab dan lokal. Lantas, kue-kue itu dibagikan ke warga.
Selain itu, ada tradisi 'curak' atau berbagi uang berupa koin yang dibagikan depan rumah, lantas para warga pun datang dan saling mengambil uang itu.
Poinnya dalam tradisi itu, katanya, melanggengkan tradisi positif berbagi di Rabo Wekasan, selain ritual menolak bala.
"Ajaran positif meninggalkan bala (penyakit) upaya yang baik, dawuh atau perintah untuk perhatikan kanan-kiri. Setiap bulan safar adatnya (Tradisinya) hari Rabu akhir itu, jelang hari itu bikin apem. Termasuk saya dan keluarga, kami juga bikin nasi berkat, semua dibagikan ke tetangga," paparnya.
Ia bercerita, berdasarkan kepercayaan warga, berbagi di malam Rabu Wekasan ini meruakan salah satu dari perintah Sunan Gunung Jati.
Konon, lanjutnya, apem ini makanan enak di zaman dulu, zaman kerajaan, maka dari itu oleh ulama warga disuruh bikin dan dibagikan.
"Kita yang muda memaknai sebagai peritah berbagi. Poinnya soal sedekah. Di Rebo Wekasan, para orang tua dan para kiai sepuh meyakini Allah turunkan bala sehingga salah satu cara menolak bala lewat sodaqoh, lewat bikin apem dan berkat nanti dibagi," tutupnya.
Lantas, tradisi lain selain berbagi makanan, maka warga di tempatnya akan berziarah ke makam para ulama dan wali sebagai bentuk doa dan syukur.
Baca Juga: Amalan Rabu Wekasan, Dilengkapi dengan Asal-Usul dan Penjelasannya Menurut Ulama
Baca Juga: Penjelasan Rais Aam PBNU tentang Rebo Wekasan yang Dikenal Mitos Hari Paling Sial
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV