Awas, Air Minum Kemasan Galon di 6 Daerah Ini Terpapar BPA Lebihi Ambang Batas, Mana Saja?
Peristiwa | 13 September 2022, 08:21 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan air minum dalam kemasan galon di enam daerah terpapar Bisphenol-A atau BPA melebihi ambang batas yang ditentukan, 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter.
Kontaminasi BPA ini diketahui dari hasil uji migrasi pada air minum kemasan galon polikarbonat yang dilakukan BPOM pada 2021-2022.
BPA adalah bahan campuran utama polikarbonat, jenis plastik pada kebanyakan galon isi ulang yang beredar di pasar. Sebagai bahan kimia, BPA berfungsi menjadikan plastik polikarbonat mudah dibentuk, kuat dan tahan panas.
Enam daerah tersebut yakni Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara. Bahkan BPOM menemukan di Medan kandungan BPA dalam air di galon mencapai 0,9 ppm per liter.
Adapun kondisi kontaminasi BPA yang melebihi ambang batas terbukti menganggu kesehatan tubuh.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan, Martin Suhendri menjelaskan terkait dugaan penyebab kandungan BPA dalam kemasan galon polikarbonat bermigrasi dalam air.
Menurutnya, hal ini terjadi saat proses pascaproduksi, di mana transportasi dan penyimpanan AMDK galon dari pabrik menuju konsumen melalui berbagai media dan ruang tidak sesuai prosedur. Sebagai contoh, kata dia, galon yang terkena panas atau dibanting-banting.
Dia menyebut, berdasarkan hasil uji migrasi BPA pada AMDK yang melebihi 0,6 ppm, menunjukkan 3,4 persen di antaranya ditemukan pada sarana distribusi dan peredaran.
Sementara hasil uji migrasi BPA yang mengkhawatirkan, 0,05-0,6 ppm, menunjukkan 46,97 persen berada di sarana distribusi dan peredaran, serta 30,19 persen di sarana produksi.
Adapun uji kandungan BPA pada AMDK melebihi 0,01 ppm, sebanyak 5 persen di sarana produksi serta 8,6 persen di sarana distribusi dan peredarannya.
”Awalnya kandungnya BPA-nya zero, tetapi di lapangan meningkat karena penanganan yang kurang baik,” kata Martin seperti dikutip dari Kompas.id, Selasa (13/9/2022).
Di sisi lain, Martin menyebut penggunaan air galon masih menjadi kebutuhan banyak warga, lantaran pada 2021 cakupan ketersediaan air bersih perpipaan baru 20,69 persen. Oleh karena itu, penyebaran galon, kata dia, butuh pengawasan intensif.
Baca Juga: Waspada, Ini Cara Membedakan Air Galon Oplosan dan yang Asli
Kontaminasi BPA pada Air Minum Galon Bebahaya
Dr Evi Naria dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara mengatakan, kandungan BPA berlebih bisa mengganggu fungsi hati, kekebalan tubuh, dan otak.
Adapun kelompok populasi beresiko tinggi adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil.
Evi juga menuturkan, kini, banyak negara melarang penggunaan BPA, seperti Perancis, Negara Bagian California di Amerika Serikat, Denmark, Malaysia, Australia, dan Swedia.
Lalu bagaimana cara untuk mengendalikan BPA?
Terkait hal ini, Evi menuturkan, pihaknya merekomendasikan sejumlah pengendalian, di antaranya dibutuhkan regulasi, edukasi, dan studi tentang BPA.
Selain itu, diperlukan prosedur operasi standar penanganan produk, pelabelan produk, pemeriksaan kode daur ulang pada wadah plastik, hingga penghindaran produk dari paparan suhu tinggi. Penyimpanan pada suhu 23 derajat Celcius selama 24 jam membuktikan kadar BPA dalam air 0 ppm.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan, Martin Suhendri mengaku sejauh ini, batas BPA 0,6 ppm pada kemasan plastik polikarbonat yang ditetapkan dalam Peraturan BPOM Nomor 20 tahun 2019 tentang Kemasan Pangan jauh lebih tinggi dibandingkan persyaratan batas di Uni Eropa (2018) yang ditetapkan 0,05 ppm.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya merevisi peraturan BPOM No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, dengan wajib mencantumkan peringatan ”simpan di tempat bersih dan sejuk, hindarkan dari matahari langsung, dan benda-benda berbau tajam” pada kemasan.
AMDK yang menggunakan kemasan polikarbonat, kata dia, juga wajib mencantumkan tulisan “berpotensi mengandung BPA”.
Baca Juga: Air Galon Isi Ulang Disebut Bahaya untuk Kesehatan, Ini Kata Menkes Hingga BPOM
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas.id