> >

Gayus Lumbuun Sebut Hakim Harus Bisa Pisahkan Harapan Masyarakat dan Keadilan dalam Kasus Brigadir J

Hukum | 31 Agustus 2022, 22:15 WIB
Gayus Lumbuun menyebut hakim yang menangani kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, harus bisa memisahkan antara harapan masyarakat dan keadilan. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Hakim yang menangani kasus dugaan pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, harus bisa memisahkan antara harapan masyarakat dan keadilan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Gayus Lumbuun, hakim agung 2011-2018, dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (31/8/2022).

“Hakim harus bisa memisahkan antara harapan masyarakat sebagai bentuk hukum, beralih pada keadilan,” tutur pengacara sekaligus politikus ini.

Saat pembawa acara jurnalis senior Budiman Tanuredjo bertanya apakah Gayus sepakat dengan tuntutan hukuman mati terhadap para pelaku, Gayus menegaskan bahwa hakim harus mempunyai pandangan yang lebih pada keadilan.

Gayus menjelaskan, jika berangkat dari pemikiran di masyarakat, yang disebutnya sebagai keadilan sosial, dan mempercepat proses penyidikan, hal itu disebutnya sangat positif.

Baca Juga: Indikator Politik Indonesia: Publik Jatuhkan Vonis untuk Sambo, 54,9 Persen Setuju Hukuman Mati

“Tapi kan ada legal justice, ukuran hukum yang mengatur kehendak yang banyak itu, kehendak yang sangat luas,” tuturnya.

Menurutnya, peran hakim adalah meninggalkan keduanya, baik social justice maupun legal justice.

“Di sini peran hakim meninggalkan kedua-duanya, baik social justice maupun legal justice,” tegasnya.

“Artinya bahwa hakim mempunyai pandangan yang lebih kepada keadilan, yang nantinya menjadi satu proses keadilan, bukan hanya hukum.”

Sebeumnya dalam acara yang sama, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyebut, ini menunjukkan bahwa publik sudah menjatuhkan vonis untuk Sambo.

“Ini menunjukkan bahwa vonis sudah dijatuhkan publik kepada Ferdy Sambo,” kata dia.

“Artinya, kasus ini di mata pubik sudah clear. Cuma menjadi problematik, karena dalam konteks penegakan hukum, tidak bisa didasarkan pada opini atau persepsi publik,” lanjutnya.

Burhanuddin menambahkan, kasus ini tidak bisa lepas dari opini publik. Bahkan, kata dia, jika tidak ada desakan publik, ia tidak yakin bahwa kasus ini bisa terungkap.

“Jadi, karena desakan publik yang sangat kuat, maka kasus ini bisa terungkap. Presiden menyampaikan beberapa kali, dan Kapolri akhirnya mengambil sikap,” tekannya.

“Nah, menjadi problematik ketika kasusnya sudah pada on the track, tapi persepsi publik sudah terbentuk,” lanjutnya.

Baca Juga: Kembali Diperiksa Penyidik Bareskrim Polri, Putri Candrawathi akan Ditahan?

Misalnya, lanjut dia, jika publik ditanya, apakah mereka percaya bahwa tidak ada motif lain selain pelecehan seksual, sebagian besar tidak percaya.

Burhanuddin juga menangkap adanya kegeraman luar biasa yang dirasakan publik terhadap Sambo, yang akhirnya menyebabkan mereka menjatuhkan vonis sebelum sidang dimulai.

“Akhirnya publik sudah menjatuhkan vonis, bahkan sebelum sidang dimulai. Dan ini menjadi problematik ketika misalnya putusan pengadilan tidak sesuai dengan persepsi publik,” tuturnya.

“Misalnya, kalau pengadilan tidak sampai pada keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati, bagaimana legitimasi sosial pengadilan, sementara vonis publik sudah jatuh,” ujarnya.

 

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU