Ini Alasan Wamenkumham Eddy Hiariej Menilai Perlu Ada Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP
Hukum | 29 Agustus 2022, 21:23 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham Edward Omar Sharif Hieriej mengungkapkan alasan perlunya ada pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Sebab, kata pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu, inti dari penghinaan tersebut hanya ada dua alasan, yakni menista dan fitnah.
Baca Juga: Jokowi Teken Perpres 104, Tunjangan Kepala BRIN Capai Rp49,86 Juta Per Bulan, Berapa untuk Megawati?
"Saya katakan itu perlu. Karena inti penghinaan itu hanya dua, yaitu menista dan fitnah," kata Eddy Hieriej di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Dalam pandangannya, menista seseorang itu sama halnya dengan merendahkan martabatnya.
Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa hal itu seperti menyamakan seseorang dengan hewan atau binatang.
Selanjutnya, terkait dengan fitnah, kata dia, di dalam ajaran agama mana pun tidak ada yang mengajari atau membenarkan tentang fitnah.
Baca Juga: Mahasiswa Desak Pasal Penghinaan Presiden Dihapus di RKUHP, Ini Tanggapan DPR
Oleh karena itu, Eddy mengaku heran jika ada pihak yang menganggap pasal penghinaan Presiden sama dengan membungkam kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan berdemokrasi.
"Jelas-jelas menghina itu beda dengan bebas berpendapat," ujar Eddy Hiariej.
Ia menjelaskan yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 ialah kebebasan berdemokrasi, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi, bukan kebebasan menghina.
"Jadi inti dari menghina itu adalah fitnah," ucap Eddy.
Baca Juga: Wamenkumham: Kami Tidak akan Menghapus Pasal Penghinaan Presiden di RKUHP
Pada beberapa kesempatan, Wamenkumham menegaskan bahwa menghina dan mengkritik adalah dua hal yang berbeda secara prinsip.
Lebih lanjut, ia berbicara soal adanya anggapan mengenai kekhawatiran yang bakal terjadi soal pasal penghinaan Presiden karena potensi multitafsir dan itu dapat digunakan oleh aparat penegak hukum untuk melakukan pembungkaman.
Menurut Eddy, di situlah letak pentingnya memberikan penjelasan agar tidak terjadi multitafsir sedemikian rupa.
"Jadi sudah kita katakan dalam penjelasan bahwa bukan merupakan penyerangan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden apabila untuk kepentingan umum," kata Eddy.
Baca Juga: ICJR: Pasal Penghinaan Presiden Bukan Hanya Soal Pidana, Perlu Sudut Pandang Lain
Adapun yang dimaksud dengan kepentingan umum itu, kata dia, ialah yang menyangkut dengan kritik terhadap kebijakan Presiden dan Wakil Presiden.
Artinya, Eddy menegaskan bahwa pasal yang mengatur soal penghinaan Presiden bukan untuk mengekang demokrasi.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV