Begini Analisis Litbang Kompas soal Suara PPP Terus Menurun: Alarm untuk Pemilu 2024
Rumah pemilu | 25 Agustus 2022, 15:12 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Dalam analisis Litbang Kompas hari ini, Kamis (25/8/2022) dijelaskan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) harus kerja ekstra keras agar bisa masuk parlemen pada Pemilu 2024 mendatang.
Apalagi, sebagai partai Islam, partai yang saat ini dipimpin oleh Suharso Monoarfa tersebut terus mengalami kemerosotan suara dan elektabilitas sejak reformasi hingga terakhir, pemilu 2019,
Aanalisis Litbang Kompas menyebutkan hal ini sebagai alarm bagi partai PPP untuk berbenah jelang pemilu 2024.
“Sejak era Reformasi tersebut, capaian elektoral PPP terus menurun dan puncaknya pada Pemilu 2019 hanya meraih 4,52 persen suara, melebihi 0,52 persen saja dari ambang batas parlemen,” tulis MB Pancawati dari Litbang Kompas seperti dilansir dari Kompas.id, Kamis (25/8/2022).
Dengan perolehan suara tersebut, dalam analisis tersebut, partai berbasis pemilih Islam ini harus rela kehilangan 20 kursi di DPR dari pemilu sebelumnya, dengan hanya menyisakan 19 kursi di DPR.
“Kondisi ini harus menjadi bahan evaluasi serius bagi semua elemen dalam partai jika ingin bertahan," sambung analisis itu.
Hal ini terpotret dari hasil Survei Nasional Kompas |dilakukan oleh Litbang Kompas secara periodik di 34 provinsi.
Terkait elektabilitas, dari survei Oktober 2019 hingga Juni 2022, keterpilihan PPP tidak bergerak tajam dari survei sebelumnya, hanya di kisaran 0,5 - 2,8 persen. Bahkan pada survei Juni 2022 elektabilitasnya jatuh di angka 2 persen, masih jauh dari ambang batas parlemen 4 persen
Meskipun demikian, dalam keterangan analisis itu, jika mempertimbangkan angka sampling error dalam survei yang mencapai 2,8 persen, peluang PPP masuk dalam kategori partai politik yang lolos ambang batas parlemen relatif masih terbuka.
Namun hasil survei mencatat, dari sembilan parpol yang sekarang berada di parlemen, hanya PPP dan PAN yang keterpilihannya belum aman mencapai ambang batas parlemen.
“Kondisi ini menjadi “alarm” bagi mesin partai untuk bekerja lebih keras mengejar ketertinggalan. Apalagi keberadaan PPP sebagai partai berbasis Islam tidak lagi bisa mengklaim sebagai satu-satunya wadah bagi aspirasi politik Islam," paparnya.
Baca Juga: Mengingat Janji Suharso Monoarfa Bikin PPP Berjaya, Kini Digugat Mundur Elektabilitas Partai Rendah
Berebut Suara dengan Partai Islam Baru dan Lama
Dalam analisis itu juga disebutkan, meskipun dalam sejarah PPP adalah hasil fusi dari sejumlah partai Islam,
Sebagai informasi PPP lahir 5 Januari 1973 hasil fusi dari Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
Namun, pasca reformasi, PPP juga harus berkompetisi, tidak hanya dengan partai-partai berbasis nasionalis, namun juga partai-partai berbasis massa Islam lainnya
"Total suara untuk partai Islam pada Pemilu 2019 sebesar 30,05 persen akan diperebutkan banyak partai berbasis pemilih Islam dalam Pemilu 2024," tulisan dalam analisis itu.
Baca Juga: Duduk Perkara Suharso Monoarfa Didesak Mundur, Imbas Pidato Amplop Kiai dan Elektabilitas PPP
Dalam analisis itu juga dijelaskan, jika sebelumnya hanya diperebutkan oleh PPP, PAN, PKB, PKS, dan PBB sebagai partai yang berbasis massa Islam, pada Pemilu 2024 paling tidak ada beberapa partai lain yang jadi saingan PPP.
Ada tambahan dari Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) yang didirikan oleh sejumlah mantan elite PKS, seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah.
Selain itu, juga hadir Partai Ummat yang dibentuk Amien Rais. Jika lolos verifikasi administrasi dan verifikasi faktual, kedua partai tersebut akan menambah sengit perebutan massa Islam di pemilu mendatang.
"Tak dapat dimungkiri di antara partai Islam itu akan saling menggerus satu sama lain untuk memperebutkan suara pemilih Islam yang secara ”ideologis” bisa jadi tidak sampai separuh dari pemilih di pemilu.
"Kondisi ini tentu semakin memperberat langkah PPP untuk bertahan di jajaran partai politik parlemen pusat.
Di sisi lain, partai berlambang Kabah ini juga menghadapi tantangan berkurangnya basis massa yang mengalami tren penurunan cukup tajam dalam setiap perhelatan pemilu.
Hingga Pemilu 2019, tak ada satu pun wilayah yang dimenangi PPP.
"Daerah yang dahulu pernah menjadi wilayah kemenangannya, seperti Aceh dan sebagian Jawa Timur, gagal dipertahankan sebagai lumbung suara partai ini," terang dia.
Penulis : Dedik Priyanto Editor : Purwanto
Sumber : kompas.id