IM57+ Institute Desak KPK Kembangkan Kasus Rektor Unila ke Level Kementerian/Lembaga
Hukum | 21 Agustus 2022, 14:58 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - IM57+ Institute mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengembangkan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani, ke tingkat yang lebih tinggi.
Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha mendesak KPK untuk mengembangkan kasus korupsi rektor Unila ini ke dalam potensi korupsi ke level kementerian.
"OTT rektor ini tidak boleh berhenti hanya pada rektor. Perlu adanya pengembangan potensi korupsi pada level kementerian/lembaga," kata Praswad melalui pesan yang diterima KOMPAS.TV, Minggu (21/8/2022).
Laki-laki yang sebelumnya merupakan penyidik senior di KPK itu juga menilai pimpinan KPK periode saat ini banyak dikritik karena melakukan penangkapan pelaku tindak pidana korupsi di level bawah dan tidak ada pengembangan dari kasus yang ditangani.
"Sehingga OTT sekadar hanya menjadi formalitas serta tidak mampu membongkar persoalan yang lebih besar," jelas dia.
Baca Juga: Rektor Unila Tersangka Suap Penerimaan Mahasiswa Baru, Ini Jalur Seleksi Mandiri Unila dan Biayanya
Praswad juga menjelaskan bahwa isu uang dalam pengisian jabatan strategis di sektor pendidikan bukanlah hal baru.
"Bukan mustahil, rektor menjadi memiliki tanggung jawab mencari uang agar terpilih," kata laki-laki yang akrab disapa Bung Praswad itu.
Selanjutnya, ia menyatakan bahwa reformasi pengelolaan pendidikan harus segera dilakukan.
Ia menilai penangkapan rektor, wakil rektor, dan ketua senat Unila pada Sabtu (21/8/2022) menunjukkan bahwa pemilihan rektor yang melibatkan Menteri Pendidikan, tidak menjamin independensi lembaga pendidikan.
"Penangkapan ini menunjukan bahwa pemilihan rektor dengan alokasi terbesar suara dari Menteri Pendidikan tidak menjamin indepedensi lembaga pendidikan," kata lulusan Queensland University of Technology bergelar Master of Law (LL.M) itu.
Baca Juga: 3 Pesan Penting Kemendikbud Ristek ke Pimpinan PTN se-Indonesia usai Rektor Unila Kena OTT KPK
Praswad juga menyinggung nuansa politik dalam pemilihan rektor, serta kasus rangkap jabatan dan plagiarisme.
"Persoalan rektor dengan isu integritas bukanlah hal pertama. Kasus rangkap jabatan sampai dengan plagiasi masih menunjukan kentalnya nuansa politik dalam pemilihan rektor alih-alih kepentingan akademis," jelasnya,
"Belum lagi kampus yang justru membatasi kebebasan ekspresi di mana kasus mahasiswa justru direpresi ketika menyampaikan kritik terhadap pemerintah," imbuhnya.
Baca Juga: Ditetapkan Tersangka Rektor Unila Karomani Langsung Ditahan KPK
Laki-laki yang lahir di Lampung pada 1982 itu juga menyoroti Ketua KPK Firli Bahuri yang selalu mengatakan bahwa pencegahan tindak pidana korupsi harus menjadi fokus utama.
"Akan tetapi, pada kenyataannya, kasus ini menunjukkan proses pencegahan korupsi pada sektor pendidikan masih bersifat seremonial belaka," kata penyandang gelar sarjana hukum dari Universitas Padjajaran itu.
Menurut Praswad, perlu upaya serius dalam membenahi sistem pencegahan korupsi di sektor pendidikan.
Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ Institute merupakan organisasi gerakan anti korupsi yang didirikan oleh para eks pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan.
Baca Juga: Rektor Unila Diduga Minta Rp350 Juta agar Lulus Simanila, KPK: Mencoreng Marwah Dunia Pendidikan
Sementara itu, KPK telah menahan empat tersangka dalam OTT yang menjerat salah satunya, Rektor Unila Karomani.
Mereka ditangkap terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi penerimaan mahasiswa baru (PMB) Unila 2022.
Selain Karomani (KRM), KPK juga menahan Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY) dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB). Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 20 Agustus hingga 8 September 2022.
Sedangkan tersangka Andi Desfiandi (AD), pihak swasta selaku pemberi suap, ditahan mulai hari ini, Minggu, 21 Agustus hingga 9 September 2022.
Karomani ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK. Sedangkan tiga tersangka lainya ditahan di Pomdam Jaya Guntur, Jakarta Selatan.
"Tersangka HY, MD dan AD ditahan di Pomdam Jaya Guntur," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung KPK yang dipantau dari progam Breaking News Kompas TV, Minggu (21/8/2022) pagi.
Adapun dalam OTT ini KPK menyita sejumlah barang bukti mulai yakni slip setoran deposito Rp800 juta, kartu ATM, buku tabungan berisi uang Rp1,8 miliar, uang tunai mencapai Rp5,4 miliar dan emas batang senilai Rp1,4 miliar.
Atas perbuatannya, pihak swasta bernama Andi Desfiandi selaku pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
Adapun Karomani, Heryandi, dan Muhammad Basri selaku penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV