LPSK: Asesmen Istri Ferdy Sambo Tak Bisa Diwakilkan, Permohonan Perlindungan Belum Bisa Diproses
Peristiwa | 2 Agustus 2022, 21:11 WIBYOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan bahwa proses asesmen untuk permohonan perlindungan saksi yang diajukan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, tidak bisa diwakilkan.
LPSK tidak bisa memproses permohonan perlindungan yang diajukan Putri selama asesmen belum dilakukan.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menyebut proses asesmen harus dilakukan langsung. Jika tidak bisa sesuai jadwal, pihak LPSK akan melakukan penjadwalan ulang.
"Dari Ibu Putri, kami belum melakukan karena beliau masih dalam kondisi trauma dan belum bisa berjumpa dengan LPSK maupun psikolog yang ditunjuk oleh LPSK," kata Susilaningtias dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (2/8/2022).
"Namun, kuasa hukum dan psikolog yang menangani istri Sambo selama ini telah menyampaikan kondisinya, belum bisa.”
Pada Senin (1/8/2022), kuasa hukum dan psikolog istri Irjen Ferdy Sambo mendatangi LPSK dengan maksud mewakili untuk asesmen. Namun, LPSK menolaknya karena proses asesmen psikologis tidak boleh diwakilkan.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menegaskan asesmen psikologis harus dilakukan sendiri terhadap pihak bersangkutan, yakni Putri Candrawathi.
“Jadi kita akan lacak nanti, jika seseorang mengalami trauma, traumanya karena apa? Apakah karena kekerasan seksual? Apakah karena pemberitaan kalian (media)? Atau karena persoalan-persoalan lain? Ini akan kita gali,” kata Hasto kepada wartawan di Yogyakarta, Selasa, seperti dikutip dari tayangan berita KOMPAS TV.
Baca Juga: Komnas HAM akan Panggil Irjen Ferdy Sambo setelah Terima Hasil Uji Balistik dan Periksa Rekaman CCTV
Sementara itu, Susilaningtias mengatakan, tempat asesmen terhadap istri Irjen Ferdy Sambo bisa menyesuaikan.
Dia juga menyebut bahwa waktu asesmen bisa dilakukan antara minggu depan atau sebelumnya untuk mempercepat pemrosesan permohonan perlindungan.
Putri Candrawathi dan Richard Eliezer alias Bharada E mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK sehubungan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Namun, status keduanya sebagai saksi atau terduga pelaku belumlah jelas.
Susilaningtias menyebut, Bharada E telah melakoni tiga kali pertemuan asesmen psikologis. Pihak LPSK tengah menunggu hasil dari asesmen psikologis tersebut.
“Kami masih melakukan asesmen, penelaahan, dan investigasi terhadap kedua permohonan ini (Bharada E dan Putri Sambo),” kata Susilaningtias.
Lebih lanjut, menurut dia, asesmen psikologis mesti dilakukan tiga kali seturut UU Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 28 ayat 1.
Peraturan itu menentukan kriteria seseorang agar bisa dilindungi LPSK, yakni terkait tindak pidana yang disampaikan dan pengecekan sifat keterangan pemohon.
Dalam kasus Bharada E, Susilaningtias menyatakan, harus ditilik apakah ia memiliki informasi penting tentang kejahatan yang diketahuinya, yakni dugaan kasus kekerasan seksual dan peristiwa tembak-menembak yang menewaskan Brigadir J.
“Kalau ada ancaman, kita juga perlu mengecek apakah memang ada ancaman terhadap beliau. Kalau memang ada ancaman, dari mana dan siapa dan bagaimana atau kapan--itu juga perlu kami cek,” pungkas Susilaningtias.
Menurut kepolisian, Brigadir J tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang kini nonaktif, pada Jumat, 8 Juli 2022.
Baca Juga: Bharada E Sudah 3 Kali Assesment, Tunggu Putusan LPSK Jadi Terlindung di Kasus Tewasnya Brigadir J
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV