Mengenang Ahli Forensik Mun'im Idris, Pengungkap Tembakan Mematikan Ditje, Marsinah serta Nasruddin
Sosok | 18 Juli 2022, 07:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Nama ahli forensik Mun'im Idris pernah mewarnai pemberitaan media massa terkait kasus-kasus kematian yang berimplikasi hukum.
Abdul Mun'im Idris yang lahir di Pekalongan, Jawa Tengah, 25 Mei 1947, sering menjadi saksi ahli di persidangan untuk kasus pembunuhan serta orang yang dipercaya membedah mayat korban pembunuhan. Keterangannya menjadi rujukan dan dikutip oleh hampir semua pemberitaan.
Meski sudah meninggal pada 27 September 2013 silam di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), namun karyanya dalam mengungkap berbagai kasus sering jadi perbincangan.
Setidaknya ada tiga kasus pembunuhan besar yang pengungkapannya melibatkan keahlian Mun'im, seperti ditulis dalam buku terakhirnya, "Indonesia X Files, Mengungkap Fakta dari Kematian Bung Karno sampai Kematian Munir," yang diterbitkan Juli 2013.
Kasus pertama, kematian peragawati kondang Ditje Buadiarsih. Pada 8 September 1986, Ditje ditemukan tewas di dalam mobil dengan lima luka tembak di tubuhnya.
Peristiwa itu terjadi di Jalan Dupa, Kalibata, Jakarta Selatan pada pukul 22.00 dalam mobil Honda Accord bernomor B 1911 ZW yang mesinnya masih hidup.
Ada lima luka tembakan senjata api di tubuh Ditje, yakni di bagian bawah telinga kanan, bahu, leher, ketiak kanan, dan punggung kanan. Namun, di dalam mobilnya tidak ditemukan bekas tembakan.
Hal inilah yang kemudian menyulitkan petugas penyidik. Berita tewasnya Ditje lantas menyeruak di telinga masyarakat, mengingat profesinya sebagai seorang peragawati terkenal.
Dalam kasus ini, mantan pembantu letnan satu di Kesatuan TNI, Muhammad Siradjudin alias Pak De, ditetapkan sebagai tersangka utama. Namun meski telah divonis penjara seumur hidup, Pak De terus membantah tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
Baca Juga: Ahli Forensik: Peluang Hidup Handi Cukup Besar Andaikan Kolonel Priyanto Tidak Membuangnya ke Sungai
Kasus kedua, pembunuhan Marsinah. Buruh Marsinah tewas pada pada 8 Mei 1993 yang sering disebut sebagai tanggal kelam dalam sejarah penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
Marsinah dikenal sebagai buruh perempuan di PT Catur Putra Surya (CPS), pabrik pembuat jam di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia lantang menyuarakan tuntutan untuk kesejahteraan pekerja.
Pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan di hutan Dusun Jegong, Nganjuk, Jawa Timur. Namun, hasil olah forensik pada saat itu menunjukkan bahwa Marsinah tewas sejak sehari sebelumnya.
Jasadnya dipenuhi luka-luka dan hasil forensik juga menyatakan bahwa Marsinah sempat diperkosa sebelum kehilangan nyawa.
Hingga saat ini, pelaku kekejaman itu tidak pernah terungkap dan mendapat hukuman yang semestinya.
Kasus penuh rekayasa itu malah menyeret pimpinan di perusahaan tempat Marsinah bekerja, Judi Susanto, sebagai terdakwa.
Sementara hasil visum berlapis-lapis, penyidikan berbelit-belit, argumen hukum dan argumen medis tumpang tindih, belum lagi pendapat masyarakat.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV