Update Kasus Suap Hakim Itong: Minta Dakwaan JPU Dibatalkan dan Dikeluarkan dari Tahanan
Hukum | 29 Juni 2022, 10:59 WIBSURABAYA, KOMPAS.TV - Hakim nonaktif PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat melalui kuasa hukumnya meminta dibebaskan dari segala dakwaan jaksa dan dikeluarkan dari tahanan.
Pernyataan itu sebagaimana disampaikan penasihat hukum Hakim Itong, Mulyadi dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) terkait dugaan tindak pidana gratifikasi suap.
Mulyadi mengatakan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, tidak tepat dijeratkan kepada terdakwa.
Sebab, dalam nota dakwaannya, Itong disebut sebagai terdakwa tunggal, alih-alih turut serta secara bersama-sama melakukan dugaan korupsi sebagaimana dakwaan JPU. Mulyadi menilai perumusan itu cenderung kontradiktif dan melanggar kaidah hukum pidana tentang penyertaan.
"Kesimpulan dari eksepsi kami adalah kami meminta dakwaan harus dibatalkan dan majelis hakim bisa memerintahkan JPU untuk mengeluarkan Itong Isnaeni dari penjara," ujar Mulyadi, seperti dilansir dari Surya.co.id, Selasa (28/6/2022).
Lebih lanjut, Mulyadi menerangkan bahwa kliennya yang diseret ke meja hijau dalam dugaan suap ini hanya didasarkan pada keterangan Panitera Pengganti (PP), Hamdan.
Baca Juga: 5 Fakta Sidang Perdana Dugaan Suap Hakim Itong, Ajukan Eksepsi hingga Dijerat Pasal Berlapis
Tolak pemecahan perkara
Atas hal itu, ia menyebut dakwaan dari JPU tidak berdasar dan terukur, sehingga dia merasa bahwa dakwaan itu patut dibatalkan. Selain itu, Mulyadi juga menolak pemecahan perkara atau splitsing.
Menurut pihak terdakwa, jaksa telah melakukan splitsing atau pemisahan berkas dakwaan yang tidak sesuai dengan pasal 142 KUHAP. Demikian pula dengan uraian surat dakwaan bahwa terdakwa melanggar Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, yaitu bersama-sama dengan terdakwa Mohammad Hamdan dalam kapasitas sebagai Panitera Pengganti.
Ia menilai jika kliennya didakwa bersama-sama dan bukan perseorangan.
"Terhadap splitsing itu kami tegas menolak, karena seharusnya didakwaan itu secara bersama-sama atau turut serta. Intinya harus ada satu perkara karena itu sudah ada dalam yuris prudensinya," ujarnya.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Purwanto
Sumber : Surya.co.id