Jadi Tersangka, Ini Peran Purnawirawan Laksamana TNI Inisial AP di Kasus Korupsi Satelit Kemhan
Hukum | 15 Juni 2022, 14:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan 2013-2016 yakni Laksamana Muda (Purn) berinisial AP memiliki peran sentral dalam dugaan kasus korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) periode 2012-2021.
Seperti diketahui, AP beserta dua dari pihak sipil yakni Direktur Utama PT. Dini Nusa Kesuma (PT DNK) berinisial SCW dan Komisaris Utama PT DNK berinisial AW telah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus tersebut.
Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung, Brigjen TNI Edy Imran mengatakan, ketiga tersangka dinilai telah merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avanti secara melawan hukum.
"Tersangka Laksamana Muda (Purn) AP sama-sama dengan SCW dan AW, secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit bersama pihak Avantee yang bertentangan dengan peratutan perundang-undangan," kata Edy di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Edy menguraikan salah satu upaya yang dilakukan adalah penunjukan langsung kegiatan sewa satelit tanpa adanya Surat Keputusan dari Menteri Pertahanan.
Padahal, lanjut dia, kontrak ini menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menhan.
"Kontrak tersebut juga tidak dibentukTim Evaluasi Pengadaan (TEP), tak ada penetapan pemenang oleh Menteri pertahanan selaku pengguna anggaran setelah melalui evaluasi dari Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) dan kontrak ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan dimaksud," jelasnya.
Baca Juga: Purnawirawan Jenderal TNI Inisial AP Jadi Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kemhan
Selain itu, kontrak juga tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli dan kobtrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan.
Dia menambahkan dalam kontrak itu tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat atau menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis. Selain itu, tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan.
"Spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya (satelit garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, penetapan tiga tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung RI Nomor : PRINT-02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 47 saksi. Edy menyebut jumlah saksi dari TNI dan purnawirawan berjumlah 18 orang, sementara saksi sipil sejumlah 29 orang. Kemudian dua ahli juga turut dimintai keterangannya.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Lalu, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Baca Juga: Kejagung Sebut 3 Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kemhan Tak Ditahan, Ini Alasannya
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV