Puan Sebut Diskusi di Ruang Publik Menuju Pemilu 2024 Diwarnai Argumentasi Mengarah ke Polarisasi
Politik | 14 Juni 2022, 21:49 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Diskusi-diskusi di ruang publik tentang dinamika menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 diwarnai oleh argumentasi-argumentasi yang mengarah pada polarisasi yang tidak sehat.
Penilaian itu disampaikan oleh Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR) RI Puan Maharani dalam sambutannya pada peluncuran tahapan Pemilu 2024.
Puan menyebut bahwa pemilu di Indonesia tidak boleh dianggap sebagai rutinitas lima tahunan semata.
Sebab, pemilu memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam demokrasi di Indonesia.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan agar tidak memandang pemilu di Indonesia sebagai sekadar mekanisme demokrasi.
Kedudukan strategis tersebut, kata Puan, karena pemilu merupakan perwujudan pengamalan sila keempat Pancasila, yakni ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’.
Baca Juga: Luncurkan Tahapan Pemilu 2024, Hasyim Asy'ari: KPU adalah Manajer Konflik
Menurutnya, melalui pemilu, para pemimpin yang telah terpilih, memperoleh legitimasi dari seluruh rakyat untuk merumuskan dan menyusun berbagai perundang-undangan yang diperlukan untuk mewujudkan perikehidupan yang berketuhanan, adil, dan beradab, menjaga persatuan, dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, kata Puan, di era demokrasi modern, pemilu juga menjadi arena bagi rakyat untuk memilih pemimpin eksekutif, mulai dari bupati, wali kota, gubernur, sampai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.
“Dengan kedudukan strategisnya, hasil pemilu akan sangat menentukan wajah kehidupan berbangsa dan bernegara, setidaknya untuk lima tahun ke depan,” kata Puan.
Di sisi lain, lanjut dia, ibarat pisau bermata dua, penyelenggaraan pemilu yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi juga bisa menjadi bumerang bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kata Puan, para pendiri bangsa pernah mengingatkan tentang bahaya pemilu yang tidak dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang justru bisa menjadi ajang yang bisa memecah persatuan bangsa.
“Pada tahun 1955, Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir Soekarno, Bung Karno pernah memberi pesan pada kita, pemilihan umum jangan menjadi tempat pertempuran perjuangan kepartaian yang kemudian dapat memecah belah bangsa Indonesia.”
Puan menambahkan, dirinya merasakan bahwa atmosfer Pemilu 2024 telah mendekati titik yang mengkhawatirkan seperti yang pernah disampaikan oleh Bung Karno tersebut.
“Diskusi-diskusi di ruang publik tentang dinamika menuju Pemilu 2024, telah dan sangat diwarnai oleh argumentasi-argumentasi yang mengarah pada polarisasi yang tidak sehat di antara anak bangsa,” tegasnya.
Baca Juga: KPU Diminta Selesaikan Aturan Teknis Pelaksanaan Tahapan Pemilu 2024
Oleh karena itu, sebagai Ketua DPR RI, ia mengimbau kepada segenap elemen bangsa untuk mengembalikan hakekat dan jati diri pemilu sebagai instrumen demokrasi yang berorientasi pada persatuan bangsa, bukan sebaliknya.
Dalam sambutan itu, Puan juga menyebut bahwa sejak awal DPR, pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan banyak elemen masyarakat sudah berkomitmen bahwa di tahun 2024, pemilu harus dilaksanakan.
“Tidak ada pembahasan untuk penundaan, tidak ada pembahasan untuk mengulur-ulur, melainkan jelas, dari awal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.”
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV