Kasus Brotoseno Tak Hanya Mencoreng Polri, tetapi Juga Wajah Penegakan Hukum
Politik | 3 Juni 2022, 06:20 WIBSedangkan Pasal 12 PP Nomor 1/2003 berbunyi:
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:
a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Baca Juga: ICW Sebut Kasus AKBP Raden Brotoseno Tanda Komitmen Antikorupsi Kapolri Sekadar Janji Manis
b. diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurutnya ketentuan pemberhentian anggota Polri dibaca sebagai satu kesatuan.
Yakni seorang polisi bisa diberhentikan dengan tidak hormat dengan pertimbangan telah dijatuhi pidana.
Baca Juga: Pimpinan Komisi III DPR: AKBP Brotoseno Itu Pencuri, Prestasinya Apa?
Namun institusi Kepolisian justru menafsirkannya dengan parsial, sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda.
Ia menyarankan agar ketentuan tersebut diubah atau dilakukan uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Tujuannya agar kasus serupa tidak terjadi lagi dikemudian hari.
"Tafsirnya menjadi bisa diberhentikan tetapi karena ada pertimbangan pejabat yang berwenang tidak diberhentikan karena alasan subjektif. Inilah pangkal masalahnya," ujar Abdul, dikutip dari Kompas.com.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV