> >

Cerita Boyamin Saiman, Dapat Gelar Sarjana Hukum Tanpa Skripsi dari UMS Setelah 30 Tahun Kuliah

Berita utama | 2 Juni 2022, 13:29 WIB
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. (Sumber: KOMPAS.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman membenarkan dirinya lulus dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tanpa skripsi pada 23 Mei 2022.

Setelah 30 tahun, Boyamin Saiman akhirnya mendapatkan gelar Sarjana Hukum.

Boyamin bercerita, dirinya telah menyelesaikan perkuliahan hingga semester ke-7 dan belum menyelesaikan skripsi. Ia kemudian memilih magang di LBH Semarang dan menjadi anggota DPRD Solo pada 1997.

“DPRD itu sebenarnya 5 tahun sampai tahun 2002, tapi karena gajiku habis untuk membiayai demo menggulingkan Pak Harto, Pak Harto jatuh, aku ikut selesai tahun 1999 karena pemilu dipercepat,” ucapnya.

Tapi dengan kondisi itu, Boyamin tidak lantas buru-buru menyelesaikan skripsinya.

Baca Juga: Kata Boyamin Saiman usai Diperiksa KPK Soal Perkenalannya dengan Tersangka TPPU Budhi Sarwono

“Karena ngapain kok abis jadi Anggota DPRD kok ke kampus, kaya pengangguran,” katanya.

Kemudian tahun 2001 ada konversi 2 mata kuliah di UMS.

“Aku ambil itu untuk melengkapi bahwa tetap aku sudah selesai kuliah, namun skripsi terbengkalai lagi karena judulnya sudah expired secara materi, karena itu adalah tentang pendirian partai baru berdasarkan UU 5 Tahun 1985, bahwa tidak boleh ada partai baru selain Golkar, PPP, dan PDI,” katanya.

Boyamin sempat berpikir tidak apa-apa jika tak lulus kuliah.

“Toh aku sudah dapat ilmu dan sudah mendirikan kantor lawyer di Solo, Kartika Law Firm, sah resmi berbadan hukum tahun 2001, terus kemudian di Jakarta tahun 2010 mendirikan kantor Boyamin Saiman Law Firm berbada hukum resmi,” tuturnya.

Hingga pada 2021 akhir, Boyamin mengaku diundang oleh Dekan Fakultas Hukum Pak Kelik Wadiono, untuk kesediaannya di wisuda.

Baca Juga: KPK Yakin Boyamin Saiman akan Kooperatif sebagai Saksi Kasus Pencucian Uang Bupati Banjarnegara

Boyamin yang menyukai wayang, teringat cerita soal murid yang tidak patuh akan gurunya kemudian ilmunya hilang. Ia mengaku tidak ingin seperti cerita dalam wayang tersebut.

“Kalau tidak patuh terhadap guruku terhadap dosenku, nanti ilmuku bisa hilang, ini hanya penyemangat, tapi prinsipnya ya itu apa apapun permintaan itu akhirnya dipenuhi untuk mengurus tugas akhir yang setara skripsi,” ucapnya.

“Waktu itu sebenarnya aku disarankan untuk melakukan studi kasus terhadap perkara-perkara yang aku menangkan khususnya di Mahkamah Konstitusi. Seperti PK berkali-kali, penghapusan grasi maksimal 1 tahun atau pihak ketiga berkepentingan itu adalah LSM dan Ormas atau praperadilan yang aku memenangkan seperti Century maupun BLBI, Syamsul Nur Salim,” tambahnya.

Tapi saran itu, tidak menjadi tantangan bagi Boyamin Saiman.

“Aku tidak mau karena aku itu kan harus ada tantangan baru, tidak mau hal-hal yang sudah aku kerjakan selesai, terus jadi tinggal formalitas untuk jadi tugas akhir,” katanya.

Baca Juga: Survei Litbang Kompas soal Kinerja KPK Turun, Boyamin: Tataran Kerjanya Retorika Semua

“Maka aku meminta izin untuk hal yang di luar yang pernah biasa aku lakukan yaitu tentang hak cipta. Nah hak cipta itu aku punya gambaran adalah ngurus hak cipta royalti Narto Sabdo dalang terkenal di Jawa Tengah dan disetujui oleh Pak Dekan,” tambahnya.

Setelah selesai mengerjakan hak cipta dan royalty, Boyamin mengaku dipanggil Dekan untuk mengikuti wisuda.

Dalam keterangannya, Boyamin mengaku tugas akhirnya secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.

“Ini seperti skripsi begitu, ada pendadaran dan pendadarannya itu aku buat sarasehan di Semarang dengan mengundang mantan Sekda Pak Sri Puryono, Guru Besarnya Undip terus Dosen Budaya, Persatuan Dalang, Pak Untung Wiyono dan bersama-sama Budayawan se-Semarang,” ujarnya.

“Waktu itu aku buat ada karawitan juga ada sarasehan,” tambahnya.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU