> >

Kisah Soekarno di Ende: Rajin Kirim Surat dengan Tokoh Islam, Diminta Jadi Guru Muhammadiyah

Peristiwa | 1 Juni 2022, 12:18 WIB
Patung Soekarno di Taman Merenung Bung Karno, Ende, Nusa Tenggara Timur. (Sumber: Kemdikbud)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketika diasingkan ke Ende, Nusa Tenggara Timur, sosok Sang Bapak Republik Soekarno sempat menjadi seorang pendidik dan kerap bertukar kabar dan pemikiran dengan beberapa tokoh Islam di Jawa.

Salah satu yang bersurat dengannya adalah Ahmad Hassan, seorang tokoh modernis Islam pendiri Persatuan Islam (Persis).

Surat keduanya pun dibukukan bertajuk “Surat-Surat Islam Dari Endeh” (Persatuan Islam – Bandung: 1936).

Meskipun berbeda soal metode berpikir dan cara pandang, termasuk urusan persoalan ideologi dan pemikiran yang berseberangan antara keduanya, hal demikian tidak menafikkan Ahmad Hassan dan Soekarno bersahabat.

Ia pun rajin berkirim surat dengannya, bicara tentang banyak hal, mulai dari persoalan Islam hingga persoalan nasionalisme yang jadi titik pijak pemikiran Soekarno. 

Baca Juga: Ahmad Hassan: Kawan Debat Bung Karno, Ulama dan Tokoh Persis

Baca Juga: Mungupas Sisi Lain Presiden Soekarno sebagai Kader Muhammadiyah

Mengajar di Ende, Diminta Mengajar di Muhammadiyah

Ramadhan KH, penulis biografi Inggit Garnasih istri Bung Karnodalam Kuantar Kau ke Gerbang (Mizan, 2014: Hal.319) mengisahkan tentang peristiwa ini.

Kisah bagaimana ketika Inggit dan Bung Karno kedatangan seorang tamu dari Muhammadiyah di Ende.  Tamu itu bernama Hasan Din.

“Kami tahu Bung Karno selama di Ende telah mengadakan hubungan erat dengan Persatuan Islam di Bandung dan kami pun mendengar bahwa Bung Karno sepaham dengan Ahmad Hassan, guru yang cerdas itu. Apakah Bung Bersedia pula membantu kami sebagai guru?” kata Hasan Din dikutip Ramadan KH halaman 368.

Di Ende sendiri terdapat beberapa sekolah, termasuk juga sekolah berbasis Muhammadiyah. 

“Saya anggap permintaan ini sebagai rahmat, “ jawab Bung Karno.

“Tetapi, ingatlah hendaknya Bung.. Jangan bicarakan soal politik,” kata Hasan Din membalasa. 

“Ah tidak… tetapi saya kan boleh mengajar nyinggung Nabi Besar Muhammad yang selalu mengajar cinta Tanah Air?” kata Bung Karno.

Kisah tersebut menunjukkan, meskipun Bung Karno beda pemikiran dengan Ahmad Hassan, tapi ia bersahabat dan dekat.

Dari situpula, Bung Karno pun mengajari anak-anak di Ende dan belajar bersama tentang tonil atau sandiwara.

Bahkan, Soekarno yang dipanggil dengan nama Kusno oleh istrinya itu membuat sebuah tonil atau kelompok drama sandiwara bernama Kelimoetoe dan sering pentas di Ende.

Baca Juga: Kisah Umar Gani, Warga Terakhir yang Jumpa Bung Karno dan Pemain Tonil Tersisa Bikinan Bung Besar

Frans Seda, mantan Menteri di Era Bung Karno dan Orde Baru mengisahkan semasa SD pernah sekolah di Ende dan diajar oleh Bung Karno.

Waktu itu, suatu hari Bung Karno berkunjung ke sekolahnya di Ende.

Dalam kunjungan itu, Frans kecil diminta oleh Bung Karno membacakan sebuah syair di depan kelas.

Bertahun-tahun setelahnya, ketika Frans Seda sudah besar dan ikut revolusi menjadi komandan Gerilya, seperti dituturkan Frans Seda, ternyata Bung Karno masih ingat kejadian itu.

Saat berjumpa dengan Bung Karno, Frans Seda pun mengenang peristiwa itu dan Frans kembali mengulang syair itu.

Belum selesai ucapan Frans mengulang syair yang pernah diungkapnya itu, Bung karno segera menyambung dan menyelesaikan kalima itu.

“Persis seperti yang diucapkan Frans kecil bertahun-tahun lalu!” ungkapnya dalam buku Soekarno Undercover  hal.16.

Itulah beberapa bukti, salah satu bukti jejak bukti Soekarno saat di Ende yang menjadi tonggak sejarah.

Sebab, di Ende pula, Soekarno melahirkan falsafah Pancasila yang kemudian hari dikenal sebagai hari Lahir Pancasila diperingati tiap 1 Juni.

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU