Mengenal Khilafatul Muslimin, BNPT: Kelompok dengan Visi dan Ideologi Mirip HTI
Berita utama | 31 Mei 2022, 20:42 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kemunculan kelompok Khilafatul Muslimin di beberapa daerah baru-baru ini, seperti di Brebes, Jawa Tengah dan Cawang, Jakarta Timur, tengah menjadi sorotan publik.
Hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pun telah menggolongkan Khilafatul Muslimin sebagai kelompok radikal sama halnya dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid menjelaskan, pernyataan itu berdasarkan kampanye kelompok Khilafatul Muslimin yang menyuarakan kebangkitan sistem khilafah.
"Mereka mengkampanyekan tegaknya sistem khilafah sebagai solusi umat yang dilakukan oleh kelompok Khilafatul Muslimin," kata Nurwakhid kepada awak media, Selasa (31/5/2022).
Baca Juga: Jaringan Moderat Indonesia Sebut Pimpinan Khilafatul Muslimin Seorang Residivis
"Kampanye ini sebenarnya memiliki visi dan ideologi yang sama dengan HTI yang telah dibubarkan oleh Pemerintah," sambungnya.
Namun, lanjut Nurwakhid, ada yang berbeda dari apa yang tengah digencarkan oleh Khilafatul Muslimin dengan HTI.
"HTI merupakan gerakan trans-nasional dan sedang memperjuangkan sistem khilafah di berbagai negara," terang Nurwakhid.
"Sementara, Khilafatul Muslimin mengklaim, sudah mendirikan khilafah (sendiri) dengan adanya khalifah yang terpilih," imbuhnya.
Baca Juga: Polisi Diminta Tindak Tegas Kelompok Khilafatul Muslimin: Mereka Ingin Gusur Pancasila
Hubungan Khilafatul Muslimin dengan NII
Selain mempunyai kemiripan dengan HTI, ternyata keberadaan Khilafatul Muslimin saat ini tak dapat dilepaskan dari sejarah kelam Negara Islam Indonesia (NII).
Nurwakhid mengungkapkan, sebagian besar tokoh penting dalam kelompok tersebut merupakan mantan anggota NII.
"Pemimpinnya adalah Abdul Qadir Hasan Baraja mantan anggota NII, sekaligus salah satu pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki bersama Abu Bakar Baasir (ABB)," sebut Nurwakhid.
Abdul Qadir Hasan Baraja juga diketahui, pernah hadir dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) pada 2000 silam.
Baca Juga: Tak Hanya di Jakarta, Konvoi Khilafatul Muslimin Juga Muncul di Brebes, Jawa Tengah
Maksud kampanye Khilafatul Muslimin
Dengan demikian, Nurwakhid dapat menyimpulkan bahwa kampanye yang dilakukan oleh Khilafatul Muslimin belakangan ini, mesti dilihat dari tiga aspek yakni sejarah, ideologi, dan dampaknya.
"Sangat berbahaya, (suatu kelompok) memiliki cita ideologi khilafah di Indonesia, sebagaimana HTI, JI (Jamaah Islamiyah), JAD (Jamaah Ansharut Daulah), maupun jaringan terorisme lainnya," ujar Nurwakhid.
"Walaupun dalam pengakuan mereka, (ideologinya) tidak bertentangan dengan Pancasila. Padahal ideologi mereka kerap mengkafirkan sistem yang tidak sesuai dengan pandangannya," tegasnya.
Kedua, secara historis, pendiri Khilafatul Muslimin itu memang memiliki kedekatan dengan kelompok radikal seperti NII dan MMI yang punya rekam jejak kasus terorisme.
"Baraja sendiri pun telah dua kali mengalami penahanan. Pertama, pada Januari 1979, karena berhubungan dengan Teror Warman sehingga ditahan selama tiga tahun," ungkap Nurwakhid.
"Kemudian ditangkap dan ditahan kembali selama 13 tahun, sebab berhubungan dengan kasus bom di Jawa Timur dan Borobudur pada awal 1985," tambahnya.
Baca Juga: Viral, Konvoi Sepeda Motor Beratribut "Khilafatul Muslimin"
Terakhir, dalam kampanye Khilafatul Muslimin, pastinya ada pula dampak ideologis yang sangat rentan berubah menjadi gerakan teror.
"Lihatlah kasus penangkapan NAS, tersangka teroris di Bekasi. Di kontrakannya, ditemukan kardus berisi barang yang berhubungan dengan kelompok Khilafatul Muslimin," ucap Nurwakhid.
Jadi, dengan semua penjabaran di atas, Nurwakhid pun yakin bahwa Khilafatul Muslimin itu sangat mungkin berafiliasi dengan jaringan terorisme.
Prediksi tersebut, bahkan sudah pernah disampaikan oleh peneliti terorisme dari Singapura, Rohan Gunaratna.
"Pada 2015 lalu, Rohan Gunaratna sempat menggolongkan Khilafatul Muslimin yang telah berbaiat kepada ISIS," tandas Nurwakhid.
Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV