Kisah Freddy Budiman, Gembong Narkoba Kendalikan Peredaran dari Penjara, Eksekusi Mati Tak Lazim
Jejak kasus | 25 Mei 2022, 05:59 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Urusan narkoba tidak pernah tuntas sejak dulu. Selalu saja ada penangkapan baru. Salah seorang sosok gembong narkoba yang pernah menghiasa media adalah Freddy Budiman.
Dia divonis mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 15 Juli 2013 atas kasus kepemilikan 1,4 juta pil ekstasi yang diselundupkan dari China pada Mei 2012.
Freddy memang tak pernah jera. sebelumnya, dia pernah divonis 3 tahun 4 bulan setelah tertangkap memiliki 500 gram sabu-sabu pada 2009.
Freddy kembali berurusan dengan polisi dan divonis 18 tahun penjara setelah terbukti memiliki 300 gram heroin, 27 gram sabu, dan 450 gram bahan pembuat ekstasi.
Salah satu kehebatan sang bandar ini adalah kemampuannya mengendalikan peredaran dan transaksi dari dalam penjara.
Saat diwawancarai KOMPAS TV pada 15 April 2015, Freddy membeberkan caranya.
Baca Juga: Aksi Kejar-kejaran Polisi dengan Sopir Taksi Pembawa Narkoba di Medan, 26 Gram Sabu Ditemukan!
Menurut Freddy, ia menggunakan fasilitas warung telepon (wartel) yang ada di LP Nusakambangan tempatnya mendekam kala itu. "Kalau di lapas itu ada wartelsus, wartel khusus pemasyarakatan. Itu saya pakai untuk komunikasi. Jadi, selama ini saya berbincang itu lewat wartel di sana," kata Freddy.
Tentu saja fasilitas itu tidak gratis. Freddy rela merogoh uang agar bisa menggunakan fasilitas tersebut. "(pakai wartel) bayar, tergantung dari penggunaan kita ya," tambahnya.
Freddy dapat menggunakan wartel di lapas selama yang ia inginkan. "(tidak ada batasan waktu). Bebas. Cuma bukanya di pagi hari, jam 09.00-11.00 WIB," jelasnya.
Dari wartel itulah dia merekrut anak buah, mengendalikan peredaran hingga transaksi. Dari sana juga dia dapat melakukan komunikasi dengan para anak buahnya yang mendekam di berbagai lapas seperti di LP Cipinang dan Salemba. Dia bahkan bisa menghubungi jaringannya di Belanda. "Saya komunikasi seperlunya saja dengan pekerja saya, sama yang di Belanda aja," ucap Freddy. "(Hubungi anak buah di lapas) pakai wartel. Bisa kok," lanjutnya.
Freddy mengaku tetap menjalankan bisnis haramnya dalam penjara meski sudah divonis mati oleh pengadilan. Hal itu karena Freddy mendapat penawaran dari jaringan internasionalnya untuk membuat dan mengedarkan narkoba jenis baru. "Kebetulan saya kan sudah diisolasi kurang lebih 1,5 tahun, jadi (bisnis narkoba) baru berjalan beberapa bulan ini dan ada penawaran dari mereka," akunya.
Baca Juga: Gary Iskak Ditangkap Saat Masih dalam Pengaruh Sabu
Namun sepandai-pandai Freddy bermain narkoba, pada akhirnya harus kalah juga. Atas semua kesalahannya, Freddy dieksekusi mati pada di hadapan regu tembak pada 29 Juli 2016 silam.
Freddy Budiman menjalankan hukuman mati tersebut di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Sebelum Freddy meninggal, Freddy disebut-sebut sudah bertobat dan mengakui dosa-dosa yang telah dia perbuat. Salah satu saksinya adalah Ustadz Fatih Karim yang membimbing proses eksekusinya.
Dalam kesaksiannya, Fatih Karim menyebut bahwa Freddy ditembak mati dengan permintaan tak biasa, yaitu minta tak ditutup mata seperti lazimnya orang yang dieksekusi. Sebab, dia ingin melihat dosa-dosa masa lalunya.
Penulis : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV