> >

Sepenggal Lagu Lebaran Ismail Marzuki: Rakyat Makmur Terjamin, Korupsi Jangan Kerjain

Peristiwa | 1 Mei 2022, 11:45 WIB
Suasana masyarakat Indonesia tahun 1950-an (Sumber: BBC)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Satu di antara lagu bertema Idulfitri atau Lebaran di Indonesia yang paling banyak dinyanyikan adalah "Hari Lebaran" karya Ismail Marzuki.

Lagu ini dinyanyikan dan diaransemen ulang oleh banyak biduan dari bergaya pop, jazz hingga orkestra hingga sekarang.

Awalnya, lagu ini direkam  di studio RRI Jakarta tahun 1954 dan dinyanyikan pertama kali oleh Didi, nama samaran dari Suyoso Karsono.

Konon, melalui lagu ini pula, Ismail Marzuki mengenalkan frasa "Selamat Idul Fitri, Minal Aidzin wal Faizin, mohon maaf lahir dan batin" yang masih populer sampai sekarang.         

Lagu ini diawali dengan perasaan riang gembira menyambut hari Lebaran. Setelah sebulan berpuasa dan berzakat fitrah, waktunya bersuka ria dan bermaaf-maafan.

Kemudian ada penggambaran situasi sosial masyarakat desa dan kota saat Lebaran seperti menjinjing terompah karena kaki pada lecet. 

Namun yang cukup menarik, Bang Maing, begitu sang penulis lagu asal Betawi ini biasa dipanggil, juga menyertakan kalimat doa bagi para pemimpin dan rakyat agar makmur.

"Selamat para pemimpin Rakyatnya Makmur Terjamin".

Ada pula lirik berbunyi, "cari uang jangan bingungin bulan syawal kita ngawinin". 

Baca Juga: Ucapan Idulfitri Biasa Digunakan Rasulullah, Sucikan Diri di Momen Lebaran 2022

Lirik tersebut dibuat dalam kondisi Indonesia tahun 1950-an, yang tidak stabil secara politik dan merosot dari sisi ekonomi.

Pada tahun 1950-an, Indonesia menganut sistem parlementer dengan demokrasi liberal.

Tak ada perdana menteri yang langgeng. Mulai dari Kabinet Natsir (1951) hingga Kabinet Ali Sastroamidjojo (1955) jatuh bangun. Hal ini mempengaruhi kondisi ekonomi masyarakat yang terus memburuk.

Belum lagi situasi separatisme di sejumlah daerah seperti Papua dan DI/TII yang banyak memakan tenaga dan biaya. 

Mengutip Sejarah Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek dan Teknologi, misalnya pada masa Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952), berbagai kendala tak bisa dihadapi, seperti  "adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang mewah." 

Kemudian, "masalah Irian barat belum juga teratasi. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik
tampak dengan kurang tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan".

Tercatat pula, kasus  Menteri Kehakiman Mr Djody Gondokusumo (menjabat 30 Juli 1953-11 Agustus 1955) yang tersandung perkara gratifikasi dari pengusaha asal Hongkong, Bong Kim Tjhong, yang memperoleh kemudahan memperpanjang visa dari Menteri Kehakiman. 

Visa tersebut ternyata dibayar dengan imbalan Rp20.000. Jaksa Agung Muda Abdul Muthalib Moro menduga uang pemberian pengurusan visa tersebut digunakan untuk membiayai Partai Rakyat Nasional pimpinan Djody.

Baca Juga: Sidang Isbat Lebaran 2022: Kemenag Undang Muhammadiyah hingga Diumumkan Pukul 19.15 WIB

Menghadapi kondisi sosial dan ekonomi sebagai dampak situasi politik, mengutip Kompas.com, pada era tersebut dikenal sejumlah kebijakan untuk memulihkan ekonomi masyarakat seperti, Gunting Syafruddin, Gerakan Benteng, Nasionalisasi De Javasche Bank, Sistem Ekonomi Ali-Baba Persaingan finansial ekonomi Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) dan Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap).

Maka cukup beralasan bila Ismail Marzuki dalam lagu Lebarannya, pun menyisipkan sindiran terhadap kondisi yang dihadapi masyarakat Indonesia saat itu.

Dia berharap para pemimpin Indonesia selamat dan rakyatnya makmur terjamin. "Minal aidzin wal faidzin maafkan lahir dan bathin".

Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU