Kisah Letkol Susdaryanto, Perwira Angkatan Laut Jadi Mata-mata Rusia karena Karier Mentok
Sosok | 18 April 2022, 10:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Salah satu kehebatan agen mata-mata Rusia, KGB (Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti), adalah merekut orang-orang di luar Rusia untuk diajak "kerjasama". Kisah perwira Angkatan Laut Letnan Kolonel Susdaryanto adalah salah satu contoh yang banyak disebut.
Kisah ini terjadi pada 1982 silam, ketika Badan Koordinasi Intelijen Negara atau BAKIN, yang kini jadi Badan Intelejen Negara (BIN), yang dipimpin oleh Jenderal LB Moerdani berhasil membongkar aksi spionase tersebut.
Salah seorang yang berhasil masuk dalam jaringan KGB adalah Letkol Susdaryanto yang bertugas pada Dinas Pemetaan Angkatan Laut.
Posisi Susdaryanto memang sangat penting. Dialah yang menyimpan dan mengolah data-data kelautan Indonesia. Rusia sebagai negara adikuasa di blok timur kala itu, sangat berkepentingan dengan data-data tersebut.
Dikutip dari Grid.id, awal mula terbongkarnya aksi Susdaryanto setelah menjalin kontak dengan manajer perusahaan penerbangan Rusia Aeroflot, bernama Alexander Pavlovich Finenko yang memiliki nama samaran Robert.
Baca Juga: Mata-mata Rusia Dituduh Curi Data Vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk Ciptakan Sputnik V
Satgas khusus BAKIN mendapatkan sepotong informasi dari penyadapan telepon Alexander Finenko pada 21 Januari 1982. Karena rahasia, percakapan singkat dengan menggunakan bahasa sandi.
Berkat kepiawaian mengungkap percakapan rahasia itu, maka identitas Susdaryanto pun terkuak. Tanpa berpikir lama, pada 30 Januari 1982, aparat BAKIN langsung menyadap telepon rumah Susdaryanto di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Hasil sadapan mengungkapkan, akan ada pemberian dua rol film dari Susdaryanto kepada Finenko di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Timur. Aparat segera bergerak dengan penyamaran. Bahkan pimpinan operasi, Mayor Sutardi, harus membawa istri dan ketiga anaknya ke restoran, tanpa mereka ketahui tentu saja. Hal ini semata-mata untuk memuluskan operasi penangkapan dan setelah diperkirakan tidak akan terjadi kontak tembak.
Operasi berjalan mulus. Susdaryanto ditangkap saat itu juga, namun Finenko tidak. Sebab yang datang menemui Susdaryanto adalah Asisten Atase Pertahanan (Athan) Rusia di Indonesia, Letkol Sergei Egorov. Egorov kemudian dipulangkan ke Rusia dengan persona non-grata karena memiliki kekebalan diplomatik. Sementara Finenko, yang bukan pejabat diplomatik, ditangkap di Halim Perdanakusuma saat akan pergi ke negara asalnya pada 6 Februari 1982.
Finenko ditahan, namun belum sempat menerima hukuman karena tekanan Rusia kepada Indonesia yang membuat dia dibebaskan.
Baca Juga: AS Usir 12 Diplomat Rusia di PBB karena Dituding Jadi Mata-mata dan Lakukan Spionase
Siapa Susdaryanto?
Banyak media kala itu menggambarkan Letkol Susdaryanto sebagai perwira yang cerdas. Dia lahir di Ambarawa, Jawa Tengah, pada 27 Juni 1934. Lulus dari SMA De Loyota Semarang, kemudian masuk Akademi Ilmu Pelayaran dan lulus pada 1958.
Dia masuk Angkatan Laut tahun 1962, setahun kemudian disekolahkan ke Maryland Amerika Serikat. Sekembalinya ke tanah air, dia menjadi perwira bahkan komandan di berbagai kapal TNI AL, serta menjabat Kadis Pemetaan pada 1979.
Namun dalam perjalanan kariernya di Angkatan Laut, ada hal yang menjadi ganjalan hati dan sering membuatnya kecewa, yakni karier yang mentok dibandingkan kawan-kawannya. Hal ini jelas berimbas pada kondisi ekonominya. Penempatannya di Departemen Pemetaan dianggapnya sebagai upaya "memarkir" dirinya sebagai perwira.
Namun hal yang tidak terdeteksi oleh pimpinanya ini justru yang membuat malapetaka. Dalam catatan persidangan terungkap, Susdaryanto pernah menjual berbagai data kelautan di Indonesia kepada KGB dengan imbalan uang.
Tercatat, Susdaryanto pernah menyerahkan dokumen berupa, antara lain, laporan dan perjanjian survei Selat Malaka antara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Jepang (Memorandum of Procedure Survey Operation); rencana kerja Janhidros (Jawatan Hidro Oseanografi) TNI AL, dan laporan bulanan operasi/survey Hidros untuk setahun. Untuk dokumen tersebut, Susdaryanto menerima imbalan sebesar Rp600.000.
Bukan hanya itu, Susdaryanto juga pernah menjual berbagai dokumen terkait laporan internal TNI AL, seperti laporan tahunan Jahindros, juklak (petunjuk pelaksanaan) anggaran, laporan bulanan intelelijen Spam (staf umum pengamanan) Kasal (dalam dan luar negeri), dan laporan bulanan staf operasi Kasal.
Pada 1984, dalam sidang di Mahkamah Militer Tinggi II Barat (Jakarta-Banten) Susdaryanto mengakui semua perbuatannya. Alasan dia melakukan tindakan itu karena “kebutuhan ekonomi, iri kepada teman-teman sekantor yang lebih baik keadaan ekonominya, kepangkatan yang tidak naik-naik, dan keadaan hukum yang tidak menentu sebagaimana sering dibacanya di koran-koran," kata majelis hakim. Susdaryanto pun otomatis dipecat dari TNI AL dan penjara 10 tahun.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV