H.M Rasjidi: Menteri Agama Pertama, Namanya Diabadikan Jadi Tempat Sidang Isbat
Sosok | 1 April 2022, 09:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar Sidang Isbat (penetapan) 1 Ramadan 1443 H pada Jumat, 1 April 2022 petang.
Sidang yang rutin dilakukan setiap menentukan awal Ramadan dan 1 Syawal ini, seperti biasa berlangsung di Auditorium H.M Rasjidi, Kementeran Agama, Jakarta.
Menurut Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Adib, Sidang Isbat akan mempertimbangkan informasi awal berdasarkan hasil perhitungan secara astronomis (hisab) dan hasil konfirmasi lapangan melalui mekanisme pemantauan (rukyatul) hilal.
Baca Juga: Mengenal Hisab dan Rukyatul Hilal, Dua Metode Penentuan Awal Ramadan dalam Sidang Isbat Kemenag
“Pada hari rukyat, 29 Syakban 1443 H, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah di atas ufuk, berkisar antara 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10,02 menit," jelas Adib di Jakarta, Jumat (25/3/2022) dikutip dari kemenag.go.id.
Siapakah H.M Rasjidi yang kini jadi nama auditorium megah di Kementerian Agama itu?
Nama lengkapnya Haji Mohammad Rasjidi, kelahiran Kota Gede, Yogyakarta 20 Mei 1915 dan meninggal 30 Januari 2001.
Wajar bila namanya diabadikan di Kementerian Agama, sebab dialah menteri agama pertama setelah proklamasi kemerdekaaan sekaligus menteri agama tersingkat masa jabatannya, dalam kabinet presidensil I (2 September 1945-14 November 1945).
Kehadiran Rasjidi sebagai menteri agama, mempertegas keberadaan republik yang kala itu dalam suasana morat-marit karena Indonesia baru saja berdiri.
Ada peristiwa unik saat penunjukkannya sebagai menteri. Rupanya, dia mendapat tidak pemberitahuan langsung.
Dia baru tahu setelah membaca koran Merdeka yang kala itu memuat daftar menteri yang baru ditunjuk oleh pemerintah.
Namun Rasjidi yang ketika lahir bernama Saridi, sebenarnya tidak berlatar belakang pendidikan agama atau dunia pesantren. Justeru dia besar dan lahir dari keluarga kejawen.
"Aku seorang warganegara Indonesia, dari suku Jawa. Keluargaku adalah keluarga yang biasa disebut 'keluarga abangan', artinya yang beragama Islam tapi tidak melakukan ibadat sehari-hari," kata Rasjidi sebagaimana dikutip dari buku Menteri-menteri Agama RI, Biografi Sosial-Politik, yang diterbitkan oleh Litbang Kementerian Agama bekerjasama dengan Pusat Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)-IAIN Jakarta, tahun 1998.
Baca Juga: Ada Potensi Perbedaan Penetapan Awal Puasa di Ramadan 1443 H, PBNU: Bukan Masalah Besar
Meski besar dalam 'keluarga abangan', Rasjidi justeru memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang agama Islam. Dia membaca dan menghafal Alquran, menghafal Alfiyah Imam Malik sampai Matan Rahbiyah yang biasa dihapal para santri di pondok pesantren.
Lebih dari itu dia juga pernah sekolah di sekolah Belanda dan menguasai bahasa Inggris, Arab dan Prancis dengan baik.
Berkat kecerdasannya itu, ketika menginjak dewasa dia belajar ke Al-Azhar di Kairo, Mesir, dan melanjutkan studi di Universitas Sorbone, Prancis.
Dia berhasil lulus di universitas bergengsi di Prancis itu dengan disertasi berjudul "L'evolution de l'Islam en Indonesie ou Consideration Critique du Livre Tjentini" (Perkembangan Islam di Indonesia atas dasar Kajian Kritis terhadap Kitab Centini).
Sebagai menteri agama di masa revolusi, tugas Rasjidi sangat berat. Dia harus menjelaskan posisi dan pentingnya kementerian ini dalam integrasi bangsa Indonesia.
Rasjidi harus menjawab kelompok Kristen dan Katolik yang khawatir kementerian ini lebih dominan kepada kelompok Islam. Di awal revolusi, hal ini sangat sensitif.
Untuk menjelaskan hal itu, Rasjidi selalu berpegang pada konstitusi pasal 28 UUD 1945, dan senantiasa menyebutkan bahwa negara melalui Kementerian Agama tidak akan turut campur dalam urusan keyakinan agama.
Pada saat yang bersamaan dia harus melakukan konsolidasi di internal kementerian. Termasuk mengatur tugas dan wewenang para pegawainya. Maklum, sebagai kementerian baru, belum jelas benar batas ruang gerak, tanggung jawab dan wewenangnya.
Maka Rasjidi pun mengambilalih beberapa tugas yang sebelumnya ada di kementerian lain. Misalnya urusan perkawinan, kemasjidan, dan urusan haji yang sebelumnya ada di Kementerian Dalam Negeri.
Meski memiliki masa jabatan singkat, namun Rasjidi berhasil meletakkan dasar-dasar organisasi di Kemenag sekaligus menjadi corong persatuan ummat.
Di masa tidak menjabat sebagai menteri, Rasjidi lebih banyak dikenal sebagai intelektual Islam Indonesia, yang banyak mengajar dan menulis buku.
Kritik dan perdebatannya di berbagai forum dan media massa selalu memberikan pandangan segar bagi khalayak.
Beberapa karya yang pernah dihasilkan dan masih dibaca sampai sekarang antara lain, Filsafat Agama yang merupakan terjemahan sekaligus menyusun ulang karya David Trueblood, kemudian Bible, Quran dan Sains Modern terjamahan karya Maurice Bucaille, Koreksi terhadap Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeksnya yang merupakan kritik terhadap karya Rektor IAIN Harun Nasution.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/buku Menteri-menteri Agama RI Biografi Sosial-Politik