Menilik Kembali Sejarah Madrasah yang Diduga Hilang dalam Draf RUU Sisdiknas
Sosial | 28 Maret 2022, 12:16 WIBDitandai dengan munculnya lembaga-lembaga pendidikan Islam non-formal yang diawali dengan masjid-masjid dan pesantren-pesantren.
Pembelajarannya terkonsentrasi kepada pembahasan kitab-kitab klasik yang berbahasa Arab.
Mereka yang telah 'lulus' akan menjadi ulama, kiyai, ustadz, guru agama, dan juga menduduki jabatan-jabatan penting keagamaan.
Fase kedua
Sejak abad ke 19 M telah muncul ide-ide pembaharuan pemikiran Islam ke seluruh dunia, dimulai dari gerakan pembaharuan di Mesir, Turki, Saudi Arabia dan juga Indonesia.
Inti dari gerakan pembaharuan adalah berupaya untuk mengadopsi pemikiran pendidikan modern yang berkembang di dunia Timur Tengah dikembangkan di Indonesia, berupa madrasah.
Di Indonesia, dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan Barat dalam bentuk sekolah sekuler yang dikembangkan oleh penjajah munculkan gerakan pembaharuan akhir abad ke-19.
Awalnya madrasah hanya mengkhususkan kepada pengajaran ilmu-ilmu keagamaan
dan hampir tidak mengajarkan sama sekali mata pelajaran umum.
Kehadiran madrasah pada awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai perkembangan baru di mana pendidikan Islam mulai mengadopsi mata pelajaran non-keagamaan.
Fase ketiga
Fase ini adalah masuknya madrasah dalam sistem pendidikan nasional, di mana madrasah menjadi bagian pendidikan nasional.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 2 Tahun 1989 di katakan bahwa: Jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah di antaranya adalah terdiri atas pendidikan keagamaan, dan pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang
ajaran agama yang bersangkutan.
Sementara dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tentang sekolah menengah umum pada pasal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa madrasah Aliyah adalah sekolah
menengah umum berciri khas agama Islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, kemudian pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Dengan dimasukkannya madrasah di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, menunjukkan bahwa madrasah menjadi tanggung jawab pemerintah.
Bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.
Madrasah harus memenuhi syarat Kementerian Agama yakni harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok paling sedikit 6 jam seminggu, secara teratur di samping mata pelajaran umum.
Selanjutnya, pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan Sekolah Guru Agama Islam (SGA), Sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHI) di berbagai daerah, baik di Jawa maupun di luar jawa.
Para lulusan SGAI dipersiapkan untuk menjadi guru agama di madrasah-madrasah ibtidaiyah dan sekolah umum yang sederajat.
Sedangkan alumni SGAI dipersiapkan untuk menjadi guru agama, baik di madrasah ibtidaiyah dan sekolah umum yang sederajat.
Adapun alumni SGHI dipersiapkan untuk menjadi guru agama, baik di madrasah tingkat menengah maupun sekolah menengah umum serta menjadi hakim pada Pengadilan Agama.
SGAI dan SGHAI kemudian diganti menjadi PGA Pertama (4 tahun) dan PGA Atas (2 tahun). Pada tahun 1957 SGHA dilebur dengan PGA, sedangkan untuk mendidik calon hakim agama, didirikan Pendidikan Hakim Agama Islam Negeri (PHIN) dengan masa belajar selama 3 tahun.
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, tentang Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah.
Melalui SKB ini, madrasah diharapkan memperoleh posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam sistem pendidikan nasional.
Adapun penjejangan madrasah meliputi, Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) setara dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Jurnal Tribakti/Nur Ahid