Dilema Lembaga Penyiaran: Ketergantungan Rating Pemirsa dan Tontonan Berkualitas
Peristiwa | 21 Maret 2022, 20:31 WIBMATARAM, KOMPAS.TV - Ketergantungan lembaga penyiaran akan rating pemirsa sangat besar. Demikian yang dikatakan oleh GM Legal dan Public Relation KompasTV, Deddy Risnanto.
Dalam acara Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) yang digelar di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pekan lalu, Deddy mengatakan bahwa ketergantungan tersebut tak lain karena rating tersebut menjadi salah satu cara lembaga penyiaran mendapat cuan dari pengiklan lewat program siarannya.
Hingga kini, Indonesia hanya memiliki satu lembaga rating, yakni Nielsen. Nielsen menjadi acuan utama lembaga-lembaga penyiaran dalam membuat program siaran.
Baca Juga: Cara Dapatkan Set Top Box Gratis dari Kominfo, untuk Beralih dari TV Analog ke Digital
“Ada yang lain, enggak ada. Nielsen ada di 11 kota di Indonesia. Apakah Indonesia cuman 11 kota itu, tentunya tidak,” kata Deddy dalam rilis yang diterima Kompas TV, Senin (21/3/2022).
Menurutnya, hal ini menjadi persoalan, meskipun masyarakat ikut berperan dalam menentukan hasil rating pemirsa ini karena masyarakat menjadi objek yang disurvei.
“Jadi kalau Ikatan Cinta memiliki share 48%, ini artinya apa. Pada saat Ikatan Cinta tayang, 48% masyarakat Indonesia nontonnya Ikatan Cinta. Artinya, di sini masyarakat punya peran mengawasi isi siaran dan juga membentuk program siaran itu,” jelas Deddy.
“Yang jadi persoalan kita karena satu-satunya alat survei cuman Nielsen, yang dipakai biro iklan ya Nielsen, yang dipakai pemasang iklan juga Nielsen,” keluhnya.
Sebagai upaya untuk menyeimbangkan hasil rating, Deddy mengusulkan adanya sinergi antar pihak dalam membangun survei kepemirsaan.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan kerja sama antar lembaga dan melibatkan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi yang ada.
Baca Juga: Satu Keluarga Tewas Tersetrum Saat Mandikan Bayi, Begini Kronologinya
Dia juga mengajak pemerintah untuk ikut andil dalam upaya ini, yakni dengan melibatkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Badan Penelitian Statistik (BPS) sebagai pendana program sekaligus penyedia teknologi.
Menurut Deddy, kerja sama ini akan sangat efektif, terlebih akan ada momentum migrasi siaran TV digital. Set Top Box (STB) yang dibagikan ke masyarakat dapat digunakan sebagai people mater.
“Jumlahnya diperkirakan ada 3,2 juta STB. Jika 1 persen dari alat tersebut digunakan untuk mengukur tingkat kepemirsaan, artinya ada 200,000 orang/keluarga sebagai sampel survei,” katanya.
Dengan demikian, data yang diperoleh akan lebih rinci dan bervariasi sehingga harapannya dapat menghadirkan tayangan yang lebih berkualitas.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI cum Ketua Panja RUU Penyiaran Bambang Kristiono mengatakan bahwa masukan ini akan menjadi referensi yang akan diberikan ke Komisi I DPR RI dalam menyusun RUU Penyiaran.
Baca Juga: UNG Dan KPI Jalin Kerja Sama Dalam Survei Kebutuhan Masyarakat Siaran Televisi
Di tempat yang sama, Komisioner KPI Pusat, Mohamad Reza juga memberikan usul. Menurutnya, pemerintah memang perlu mengambangkan rating pemirsa agar masyarakat mendapat tontonan yang lebih berkualitas.
Sebab, rating pemirsa yang bervariasi juga mampu mengubah cara pandang lembaga penyiaran sehingga tidak terpaku pada satu lembaga rating saja.
“Negara harus mengembangkan pemeringkatan atau rating lembaga penyiaran. Dengan begitu, negara ikut berinvestasi mendapatkan siaran yang berkualitas,” tegasnya.
Selain itu, pengembangan rating ini juga dilakukan agar lembaga penyiaran di darah mendapatkan akses yang lebih baik dan berjalan sehat.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV