Harlah ke-99, PBNU Ingin Adopsi Kejayaan Sriwijaya di Indonesia lewat Perkebunan Sawit Berkelanjutan
Politik | 4 Maret 2022, 22:23 WIBPALEMBANG, KOMPAS.TV - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menginisiasi kerja sama ekosistem perkebunan sawit berkelanjutan di sela-sela peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-99 NU di Palembang, Jumat (4/3/2022).
Komitmen ini ditunjukkan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono.
Bersama dengan BPDPKS, PBNU berkomitmen untuk memperkuat perkebunan sawit rakyat. Sementara poin utama kerja sama dengan GAPKI terkait pendampingan praktik budidaya kelapa sawit yang baik.
Menurut Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, inisiasi kerja sama ekosistem perkebunan sawit berkelanjutan ini menjadi wujud formulasi gagasan NU bersama dengan pemerintah dan pengusaha swasta untuk selalu berikhtiar.
Baca Juga: Ketua PBNU Gus Yahya Doakan Airlangga Naik Kelas, Apakah Jadi Presiden?
“Ikhtiar untuk kemakmuran sekaligus merawat alam, lestari alamnya sejahtera petaninya,” ujar Gus Yahya.
Ia menjelaskan hal ini juga terkait dengan pemilihan Palembang sebagai titik peringatan Harlah ke-99 NU. Palembang adalah Sriwijaya, ekpresimen peradaban yang tertua di nusantara
“Kita perlu belajar, menengok, dan menghayati pengalaman Sriwijaya pada saat membulatkan tekad mewujudukan masa depan yang lebih mulia,” ucapnya.
Ia ingin bangsa Indonesia belajar dari Sriwijaya, peradaban besar yang bertahan selama tujuh abad. Kunci kesuksesan Sriwijaya saat itu adalah keluwesan dan keuletan sehingga bisa mengarungi peradaban sejarah yang panjang.
Kondisi Sriwijaya dinilainya mirip dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Sriwijaya lahir dan tumbuh di atas fasilitas kemewahan alam. Palembang bukan peradaban pantai, cukup jauh dari pantai, tetapi bisa mengembangkan peradaban maritim.
Salah satu penyebabnya adalah kemewahan Sungai Musi yang dalam dan lebar sehingga bisa berfungsi sebagai pintu gerbang Sriwijaya ke seluruh dunia
“Kita lihat sekeliling kita, bangsa ini dikaruniai kemewahan yang luar biasa, kalau sampai bangsa ini tidak sejahtera, tidak masuk akal,” kata Gus Yahya.
Baca Juga: Jokowi Janji Beri Konsesi Besar untuk Nahdlatul Ulama: Enggak Mungkin Saya Berikan NU yang Kecil
Ia juga mengingatkan keruntuhan Sriwijaya setelah tujuh abad adalah kegagalan dalam merawat alam. Terjadi sedimentasi, sehingga Sungai Musi menjadi dangkal. Akibatnya, akses Sriwijaya tertutup, melemah, dan akhirnya mundur dari panggung.
“Oleh karena itu, saya tekankan kita semua bukan hanya bangsa Indonesia, tetapi juga umat manusia, tidak mampu bertahan di dunia kalau tidak mampu merawat alam, kita harus merawat alam, merawat jagat tempat hidup kita semua,” tuturnya.
Penulis : Switzy Sabandar Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV