Komnas HAM Ungkap Ada Anggota TNI-Polri Terlibat Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat Nonaktif
Kriminal | 2 Maret 2022, 17:53 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengungkapkan temuan fakta baru terkait kasus kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin.
Menurut penuturannya, terdapat sejumlah anggota TNI-Polri yang terlibat dalam kasus tersebut.
Hal itu diketahui dari hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM dengan meminta keterangan berbagai pihak dan peninjauan langsung ke lokasi kerangkeng manusia.
"Ada temuan soal pengetahuan dan keterlibatan oknum anggota TNI dan Polri. Jadi kita mendapatkan keterangan, ada beberapa oknum anggota TNI dan Polri terlibat dalam proses kerangkeng tersebut," kata Anam dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/3/2022).
Dia juga mengaku telah mengetahui jumlah anggota TNI-Polri yang terlibat. Komnas HAM juga sudah mengantongi nama hingga pangkat mereka.
Anam menambahkan, anggota TNI-Polri tersebut terlibat dalam tindakan penyiksaan, kekerasan dan perilaku merendahkan martabat terhadap penghuni kerangkeng manusia di Langkat.
Menurut penjelasannya, beberapa kekerasan dilakukan dengan modus pelatihan fisik, seperti perintah bergelantungan di kerangkeng seperti monyet atau dengan istilah 'gantung monyet'.
Baca Juga: Komnas HAM Temukan Banyak Hal Ganjil dalam Kasus Kerangkeng Manusia di Langkat
"Jadi kalau dikatakan melatih fisik terus sharing metodologi latihan fisik 'gantung monyet' misalnya, setelah itu masuk di sini," jelasnya.
"Ada salah satu oknum anggota TNI yang juga melakukan kekerasan," ungkapnya.
Di samping itu, Anam menyebut, anggota kepolisian yang terlibat juga menyarankan agar pelaku kriminal menjadi penghuni kerangkeng.
"Kami juga mendapatkan informasi, di samping saran kalau ini kepolisian ya, kalau ada orang melakukan tindakan kriminal terus diminta malah ditaruh di kerangkeng," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Anam juga menuturkan, pihaknya cukup menemui banyak hambatan dalam mendapatkan informasi terkait kasus tersebut. Hal ini disebabkan adanya ketakutan bersuara dan memberikan kesaksian.
"Jadi kalau memberikan kesaksian atau bersuara, siapa yang menjamin (keselamatan mereka)," ungkapnya.
"Ada struktur yang mengawasi, sehingga ini membuat masyarakat, baik keluarga korban, penghuni, maupun masyarakat luas lainnya ketakutan memberikan kesaksian kepada Komnas HAM," jelas Anam.
Baca Juga: Kasus Kerangkeng Bupati Langkat Naik ke Penyidikan, Polisi Belum Tetapkan Tersangka
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV