> >

ICW: Nurhayati Tidak Dapat Dituntut Secara Hukum Pidana Maupun Perdata atas Laporannya

Hukum | 23 Februari 2022, 12:20 WIB
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (Sumber: Tangkapan Layar KompasTV)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Nurhayati yang dipolisikan Polres Cirebon tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya.

Demikian peneliti ICW Kurnia Ramadhana menegaskan dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Rabu (23/2/2022).

“Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya,” ucap Kurnia.

Kurnia menuturkan berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU PSK menegaskan, bahwa jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan hukum itu wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan telah diputus oleh Pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap.

“Atas dasar ini, seharusnya Polres Cirebon tidak kemudian gegabah dalam mengambil langkah untuk menetapkan Nurhayati sebagai tersangka atas inisiatifnya melaporkan dugaan korupsi,” ujar Kurnia.

Baca Juga: LPSK Beber 3 Alasan Nurhayati Tak Bisa Jadi Tersangka Usai Lapor Dugaan Korupsi Dana Desa

Kedua, Kurnia menilai pemberangusan peran serta masyarakat berpotensi besar melanggengkan praktik korupsi.

Dalam konteks korupsi dana desa misalnya, berdasarkan catatan Tren Penindakan Korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) Semester I Tahun 2021, sektor dana desa paling rawan dikorupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 35,7 miliar.

“Hal ini sejalan dengan data yang menyatakan bahwa lembaga yang paling sering ditangani oleh aparat penegak hukum adalah pemerintahan desa,” kata Kurnia.

Selain itu, lanjutnya, aparatur desa juga masuk dalam 10 besar aktor paling banyak terjerat kasus korupsi.

“Atas kondisi buram ini, bukan tidak mungkin sektor dana desa akan semakin menjadi ladang basah korupsi,” ucap Kurnia.

Baca Juga: Nurhayati Jadi Tersangka, Kompolnas: Ada Komunikasi Kurang Baik antara Penyidik dan Penuntut Umum

Atas dasar itu, Kurnia menyampaikan ICW mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati sebagai bentuk untuk mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.

“Sebab, mengacu konsideran UU PSK, untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli,” ujarnya.

“Jadi, LPSK harus pro aktif mendampingi Nurhayati,” tambah Kurnia.

Di samping itu, ICW berpendapat KPK harus segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi.

Baca Juga: Polda Jabar Sebut Nurhayati Bukan Pelapor Kasus Korupsi, Begini Penjelasannya

Apalagi kesimpulan ini bukan tanpa dasar, sebab pada tahun 2020, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 102 tahun 2020 (PerPres 102/2020) tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang di dalamnya memuat kewenangan lembaga anti-rasuah tersebut untuk mengawasi proses penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian.

“Kewenangan itu secara jelas dituangkan dalam Pasal 6 ayat (1) PerPres 102/2020,” ujar Kurnia Ramadhana.

“Bahkan kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi juga sudah diatur dalam Pasal 6 juncto Pasal 8 huruf a UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tambahnya.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU